STUDI LAPANGAN
HUKUM TRANSPORTASI PT KAI BANDUNG
MAKALAH
Dibuat
untuk Melengkapi Tugas Mata Kuliah Hukum Transportasi di Bawah Bimbingan Dosen
Bpk Surajiman S.H
Oleh :
AYU
SARTIKA DEWI (143112330040104)
JOKO SISWANTO (143112330040111)
SRI SUGIARTI (143112330040112)
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS
NASIONAL ,PASAR MINGGU JAKARTA SELATAN
Kata
Pengantar
Pertama-tama kami ingin mengucapkan
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena atas kehendaknya makalah ini dapat terselesaikan
pada waktunya. Makalah yang berjudul “Studi
Lapangan Hukum Transportasi PT.KAI Bandung” diselesaikan dalam rangka
memenuhi tugas mata kuliah Hukum Transportasi.
Kami mengucapkan terimakasih kepada
seluruh pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini. Semoga
makalah ini bermanfaat. Kami mengakui bahwa manusia mempunyai keterbatasan
dalam berbagai hal karena kesempurnaan hanya milik-Nya. Oleh karena itu kami
memohon agar Bapak/ibu dosen dan juga pembaca dapat memakluminya.
Kami mengharapkan kritik dan saran
dari hasil makalah ini. Demikian makalah ini kami buat, kami ucapkan terima
kasih.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................. 1
KATA PENGANTAR............................................................................. 2
DAFTAR ISI.......................................................................................... 3
BAB
I PENDAHULUAN............................................................. 4
A. Latar belakang .................................................................................. 4
1.1 .
Rumusan Masalah ...................................................... 6
1.3 Tujuan ............................................................................ 6
BAB
II PEMBAHASAN................................................................ 7
B.Profil Perusahaan Studi Lapangan .............................................................
2.1 Sejarah
Perkeretaapian ................................................ 7
2.2 Ringkasan Sejarah Perkeretaapian Indonesia ............... 10
2.3 Sumber Daya Manusia .................................................. 11
C. Pengangkutan Barang dengan Kereta Api ........................................ 12
3.1 Pengertian Pengangkutan Barang .................................. 12
3.2 Dasar Hukum Pengangkutan
Barang ............................ 13
3.3 Perjanjian Pengangkutan Barang ................................... 21
3.4 Mulai Berlakunya Perjanjian ......................................... 22
3.5 Wanpretasi dalam Perjanjian ........................................ 23
3.6 Berakhirnya satu perjanjian
pengangkutan ................. 29
D. Kontrak Pengangkutan barang dengan Kereta Api .......................... 30
E. Foto Kegiatan ................................................................................... 49
BAB
III PENUTUP......................................................................... 50
Kesimpulan......................................................................... 50
DAFTAR
PUSTAKA........................................................................... 51
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam rangka
pembelajaran pada Hari Senin 25 April 2016 Kampus Universitas Nasional, Pada
Mata Kuliah Hukum Transportasi dibawah bimbingan Dosen Bpk Surajiman S.H kami
melakukan Studi lapangan yang bertempat di PT Kereta Api Indonesia (Bandung).
Studi lapangan
merupakan pembelajaran penting untuk Mahasiswa Mahasiswi Fakultas Hukum karena
dengan adanya Studi lapangan kita bisa belajar praktek tentang pemahaman kerja
lapangan.
Dalam studi yang kami
lakukan di PT.Kereta Api Indonesia (Bandung) menyangkut objek perjanjian.
Perjanjian dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata) tidak diatur
secara baku dan kaku, bahkan bersifat terbuka. Hal ini berarti bahwa dalam
suatu perjanjian, para pihak dapat menyesuaikan dengan apa yang dipikirkan dan
tersirat dalam hati masing-masing yang kemudian dimusyawarahkan untuk
diwujudkan secara nyata dengan cara merangkumnya dalam klausula isi perjanjian
oleh mereka yang mengadakan perjanjian. Dalam perjanjian tidak terdapat
hubungan hukum yang timbul dengan sendirinya seperti yang dijumpai pada harta
benda kekeluargaan. Hubungan hukum itu tercipta oleh karena adanya “tindakan
hukum” . Tindakan atau perbuatan hukum menimbulkan hubungan hukum perjanjian
sehingga terhadap satu pihak diberi oleh pihak yang lain untuk memperoleh
prestasi, sedangkan pihak yang lain itu pun menunaikan prestasi. Jadi satu
pihak memperoleh hak (recht) dan pihak lain memikul kewajiban (plicht) untuk
menyerahkan atau menunaikan prestasi.
Kontrak merupakan suatu
kesepakatan yang diperjanjikan di antara dua atau lebih pihak yang dapat
menimbulkan, memodifikasi, atau menghilangkan hubungan hukum. Tetapi KUH
Perdata memberi pengertian pada kontrak sesuai dengan Pasal 1313 KUH Perdata
yang berbunyi, yaitu: “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu
orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”. Apabila
terjadi wanprestasi maka hukum bertugas memberikan ganti rugi melalui subjek
hukum yang terdapat dalam perjanjian dalam hal berkewajiban atas prestasi,
terhadap subjek hukum lain yang terdapat dalam perjanjian tersebut dalam haknya
atas prestasi.
Perjanjian yang
dilakukan antara
PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO)
dengan
PT. X merupakan Perjanjian Angkutan Barang Kiriman Hantaran
yaitu jasa angkutan barang
menggunakan Kereta Bagasi/Gerbong yang dirangkaikan dengan kereta api penumpang
atau dirangkaikan menjadi kereta api tersendiri.
1.1. Rumusan Masalah
- Bagaimana
bentuk dan isi Perjanjian
Angkutan Barang Kiriman Hantaran antara PT. KERETA
API INDONESIA (PERSERO) dengan PT. X serta hak dan kewajiban yang harus
dipenuhi oleh pihak-pihak yang terkait dalam perjanjian ini?
- Apa
saja kendala yang timbul dalam pelaksanaan Perjanjian Angkutan Barang Kiriman Hantaran
di
PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) dan bagaimana cara mengatasi kendala
tersebut?
- Bagaimana
tanggung jawab hukum dari pihak PT. X jika terjadi wanprestasi?
1.2. Tujuan
1.
Mengetahui
bentuk dan isi Perjanjian Angkutan
Barang Kiriman Hantaran antara PT. KERETA API INDONESIA
(PERSERO) dengan PT. X serta hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh
pihak-pihak yang terkait dalam perjanjian ini.
2.
Mengetahui
kendala
yang timbul dalam pelaksanaan Perjanjian
Angkutan Barang Kiriman Hantaran di PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) dan
cara mengatasi kendala tersebut.
3.
Mengetahui
tanggung
jawab hukum dari PT. X
jika terjadi wanprestasi
BAB
II
PEMBAHASAN
B.
Profil
Perusahaan Studi Lapangan
2.1 Sejarah Perkeretaapian
Kehadiran
kereta api di Indonesia ditandai dengan pencangkulan pertama pembangunan jalan
KA di desa Kemijen, Jum'at tanggal 17 Juni 1864 oleh Gubernur Jenderal Hindia
Belanda, Mr. L.A.J Baron Sloet van den Beele. Pembangunan diprakarsai oleh
Naamlooze Venootschap Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NV. NISM)
yang dipimpin oleh Ir. J.P de Bordes dari Kemijen menuju desa Tanggung (26 Km)
dengan lebar sepur 1435 mm. Ruas jalan ini dibuka untuk angkutan umum pada hari
Sabtu, 10 Agustus 1867.
Keberhasilan
swasta, NV. NISM membangun jalan KA antara Kemijen - Tanggung, yang kemudian
pada tanggal 10 Februari 1870 dapat menghubungkan kota Semarang - Surakarta
(110 Km), akhirnya mendorong minat investor untuk membangun jalan KA di daerah
lainnya. Tidak mengherankan, kalau pertumbuhan panjang jalan rel antara 1864 -
1900 tumbuh de-ngan pesat. Kalau tahun 1867 baru 25 Km, tahun 1870 menjadi 110
Km, tahun 1880 mencapai 405 Km, tahun 1890 menjadi 1.427 Km dan pada tahun 1900
menjadi 3.338 Km.
Selain di
Jawa, pembangunan jalan KA juga dilakukan di Aceh (1874), Sumatera Utara
(1886), Sumatera Barat (1891), Sumatera Selatan (1914), bahkan tahun 1922 di
Sulawasi juga telah dibangun jalan KA sepanjang 47 Km antara Makasar-Takalar,
yang pengoperasiannya dilakukan tanggal 1 Juli 1923, sisanya Ujungpandang -
Maros belum sempat diselesaikan. Sedangkan di Kalimantan, meskipun belum sempat
dibangun, studi jalan KA Pontianak - Sambas (220 Km) sudah diselesaikan.
Demikian juga di pulau Bali dan Lombok, pernah dilakukan studi pembangunan
jalan KA.
Sampai
dengan tahun 1939, panjang jalan KA di Indonesia mencapai 6.811 Km. Tetapi,
pada tahun 1950 panjangnya berkurang menjadi 5.910 km, kurang Iebih 901 Km raib,
yang diperkirakan karena dibongkar semasa pendudukan Jepang dan diangkut ke
Burma untuk pembangunan jalan KA di sana.
Jenis
jalan rel KA di Indonesia semula dibedakan dengan lebar sepur 1.067 mm; 750 mm
(di Aceh) dan 600 mm di beberapa lintas cabang dan tram kota. Jalan rel yang
dibongkar semasa pendudukan Jepang (1942 - 1943) sepanjang 473 Km, sedangkan
jalan KA yang dibangun semasa pendudukan Jepang adalah 83 km antara Bayah -
Cikara dan 220 Km antara Muaro - Pekanbaru. Ironisnya, dengan teknologi yang
seadanya, jalan KA Muaro - Pekanbaru diprogramkan selesai pembangunannya selama
15 bulan yang mempekerjakan 27.500 orang, 25.000 diantaranya adalah Romusha.
Jalan yang melintasi rawa-rawa, perbukitan, serta sungai yang deras arusnya
ini, banyak menelan korban yang makamnya bertebaran sepanjang Muaro- Pekanbaru.
Setelah
kemerdekaan Indonesia diproklamir-kan pada tanggal 17 Agustus 1945, karyawan KA
yang tergabung dalam Angkatan Moeda Kereta Api (AMKA) mengambil alih kekuasa-an
perkeretaapian dari pihak Jepang. Peristiwa bersejarah tersebut terjadi pada
tanggal 28 September 1945. Pembacaan pernyataan sikap oleh Ismangil dan
sejumlah anggota AMKA lainnya, menegaskan bahwa mulai tanggal 28 September 1945
kekuasaan perkeretaapian berada di tangan bangsa Indonesia. Orang Jepang tidak
diperbolehkan campur tangan lagi urusan perkeretaapi-an di Indonesia. Inilah
yang melandasi ditetapkannya 28 September 1945 sebagai Hari Kereta Api di
Indonesia, serta dibentuknya Djawatan Kereta Api Republik Indonesia (DKARI).
2.2 Ringkasan Sejarah Perkeretaapian
Indonesia
Periode
|
Status
|
Dasar Hukum
|
Th. 1864
|
Pertama kali dibangun Jalan Rel
sepanjang 26 km antara Kemijen Tanggung oleh Pemerintah Hindia Belanda
|
|
1864 s.d 1945
|
Staat Spoorwegen (SS) Verenigde
Spoorwegenbedrifj (VS) Deli Spoorwegen Maatschappij (DSM)
|
IBW
|
1945 s.d 1950
|
DKA
|
IBW
|
1950 s.d 1963
|
DKA - RI
|
IBW
|
1963 s.d 1971
|
PNKA
|
PP. No. 22 Th. 1963
|
1971 s.d.1991
|
PJKA
|
PP. No. 61 Th. 1971
|
1991 s.d 1998
|
PERUMKA
|
PP. No. 57 Th. 1990
|
1998 s.d. 2010
|
PT. KERETA API (Persero)
|
PP. No. 19 Th. 1998
Keppres No. 39 Th. 1999
Akte Notaris Imas Fatimah
|
Mei 2010 s.d sekarang
|
PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO)
|
Instruksi Direksi No. 16/OT.203/KA
2010
|
|
|
|
2.3 Sumber Daya
Manusia
Pada Tahun
2015, PT. Kereta Api Indonesia (Persero) memiliki karyawan 25.361 orang untuk
menyelenggarakan pelayanan angkutan kereta api di Jawa dan Sumatera. Jumlah
tersebut terbagi menurut pendidikan, dan usia pegawai seperti pada tabel
di bawah ini :
SUMBER DAYA MANUSIA MENURUT PENDIDIKAN
URAIAN
|
2015
|
a. SD
|
1.512
|
b. SLTP
|
1.536
|
c. SLTA
|
20.275
|
d. D.3
|
583
|
e. S.1
|
1.377
|
f. S.2
|
78
|
JUMLAH :
|
25.361
|
SUMBER DAYA MANUSIA MENURUT USIA
URAIAN
|
2015
|
a. <30
|
11.272
|
b. 31 - 40
|
5.157
|
c. 41 - 50
|
5.736
|
d. 51 - 56
|
3.196
|
JUMLAH :
|
25.361
|
C. PENGANGKUTAN BARANG DENGAN KERETA
API
3.1
Pengertian
Pengangkutan Barang
Pengangkutan mengandung
arti yang sangat luas karena pengangkutan tidak hanya berhubungan dengan dunia
perdagangan saja, tetapi juga dengan politik, pertahanan keamanan ataupun yang
lain. Namun demikian tidak ada definisi yang baku tentang pengangkutan itu
sendiri, yang ada hanya pendapat dari para sarjana tentang pengertian
pengangkutan tersebut.
Pendapat ini antara lain :
a)
Menurut Abdulkadir Muhammad ,
pengangkutan adalah proses kegiatan membawa barang atau penumpang dari tempat
pemuatan ketempat tujuan dan menurunkan barang atau penumpang dari alat
pengangkutan bertempat yang ditentukan.
b)
Menurut A. Abdurrachman , yang dimaksud
dengan pengangkutan pada umunya adalah pengangkutan barang atau orang dari satu
ke tempat lain, alat-alat fisik yang digunakan untuk pengangkutan semacam itu
termasuk kendaraan dan lain-lain.
Memahami definisi tersebut terkandung bahwa
pengangkutan itu merupakan proses kegiatan atau gerakan dari suatu tempat ke tempat
lain. Karena merupakan suatu proses kegaiatan maka dalam pengangkutan tersebut
pasti ada pihak yang menyelenggarakan yang disebut pengangkut.
Selain ada pengangkut tentu ada obyek yang diangkut,
obyek ini bias berupa barang atau penumpang. Dan untuk pengangkutan nya
digunakan suatu sarana angkutan, baik kendaraan bermotor , kereta api atau yang
lain nya.
Akhirnya dapat dikatakan bahwa pengangkutan adalah
kegiatan pemindahan barang dan atau penumpang dengan menggunakan sarana angkut
dari suatu tempat tertentu ke tempat tujuan tertentu dengan imbalan jasa dari
pengirim atau penumpang sebagai harga dari pengangkutan tersebut.
3.2
Dasar
Hukum Pengangkutan Barang
Pengangkutan Adalah
proses pemindahan barang dari pengiriman ke tempat tujuan.
– Pengirim
– Jasa angkut
– Penerima
Apa hubungan antara penerima dan pengirim? Adanya perjanjian sebagai UU. Akibat
yang kemudian ditimbulkan adalah hak dan kewajiban.
Hak pengangkut: berhak mendapatkan upah
Kewajiban pengangkut: mengangkut barang
dengan selamat.
ADA BEBERAPA
KEUNTUNGAN/FUNGSI PENGANGKUTAN:
1. mengirimkan barang agar sampai ke tempat tujuan
2. menambah nilai barang /meratakan jumlah barang di semua daerah
3. bagi orang dalam pengangkutan orang, fungsi pengangkutan adalah untuk
memeratakan tenaga kerja sebagai pekerja memperoleh peningkatan materi di kota
lain.
4. dapat meningkatkan harga tanah karena sarana bagi pengangkutan itu, jadi
kalau dibuat jalan harga tanah otomatis menjadi naik.
HUKUM PENGANGKUTAN
DARAT, dapat dibagi menjadi 2:
1. angkutan darat yang berada di jalan
2. angkutan darat yang menggunakan rel (perkeretaapian).
DASAR HUKUM ANGKUTAN DARAT
UU No. 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas. angkatan darat di jalan
dan angkutan jalan. UU ini bersifat umum, yang lebih rinci diatur dalam
peraturan menteri/PP. diatur dalam Bab X dari pasal 137 ada peran serta
pemerintah dalam pengadaan jalan, angkutan umum, terminal tapi peraturannya
masih umum, perizinan, dll.
UU No.23 Tahun 2007 tentang
perkeretaapian angkutan kereta api
PERUSAHAAN
BONGKAR MUAT
Fungsinya menitipkan barang yang akan dikirim di tempat perusahaan itu
(gudang/tempat penyimpanan) sebelum akhirnya mendapatkan giliran kapal untuk
dimuat ke tempat tujuan.
Kewajibannya:
Menyimpan barang tersebut dengan utuh samapi barang itu dikirim.
(wajib menyimpan barang dan wajib mengembalikan barang).
Pasal 1706 dan 1714 KUHPerdata Buku II Bab 5A dan 5B.
Angkutan barang pasal 5A KUHD
Angkutan orang pasal 5B KUHD.
Diatur dalam KUHD
Pengangkut dapat menahan barang-barang yang mereka kirimkan sampai kedua belah
pihak melaksanakan kewajibannya.
Jika barang rusak pada
saat pengiriman yang bertanggung jawab adalah pengangkut. Hal ini dikecualikan
oleh keadaan overmacht, maka pengangkut lepas dari tanggungjawab akibat
kelaliannya (pasal 468 KUHD).
OVERMACHT : dalam arti keadaan/kejadian tak bisa dihindari oleh si pengangkut.
Misalnya bencana alam, perampokan.
Pasal 1 angka 3 UU No. 22 Tahun 2009 disebutkan pengertian angkutan.
Angkutan adalah perpindahan orang dan/ barang dari satu tempat ke tempat lain
dengan menggunakan kendaraan di ruang lalu lintas jalan.
Pasal 1 angka 7 UU No.22 Tahun 2009
Kendaraan: suatu sarana angkut di jalan yang terdiri atas kendaraan bermotor
dan kendaraan tak bermotor. Contoh: sepeda dan dokar termasuk pengangktuan yang
tak bermesin.
APAKAH MATERAI TERMASUK SAHNYA SUATU
PERJANJIAN?
Tidak. Karena materai ada yang harus dicantumkan materai ada yang tidak
diharuskan di dalam suatu perjanjian. Contoh: perusahaan bongkar muat harus ada
materai untuk dikenakan biaya materai/pajak.
KECAKAPAN UNTUK PENGANGKUTAN
Kecakapan untuk mengadakan perjanjian dalam BW adalah wanita berusia 21 tahun.
17 tahun untuk SIM A
20 tahun untuk SIM B (terdapat pada UU No. 22 Tahun 2009).
AZAS-AZAS
LALU LINTAS JALAN
Pasal 2 UU No. 22 Tahun 2009
Huruf a : asas transparan
Huruf b : asas akuntable
Huruf c : asas berkelanjutan
Huruf d : asas partisipasi
Huruf e : asas bermanfaat
Huruf f : asas efisien dan efektif
Huruf g : asas seimbang
Huruf h : asas terpadu
Huruf i : asas mandiri.
Penjelasan pasal 2 diberikan pengertian pengertian mengenai asas ini.
a. keterbukaan dalam penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan kepada
masyarakat luas dalam memperoleh informasi lintas.yang
benar, jelas dan jujur, sehingga masyarakat punya kesempatan berpartisipasi
bagi perkembangan lalu lintas.
b. dapat dipertanggungjawabkan dalam penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan
jalan.
c. penjaminan kualitas fungsi lingkungan mealui peraturan persyaratan teknis,
layak kendaraan dan rencana umum pembangunan serta pengembangan jaringan lalu
lintas dan angkutan jalan.
d. pengaturan, peran serta masyarakat dalam proses penyusunan kebijakan,
penanganan kecelakaan dan pelaporan atas peristiwa yang terkait dengan lalu
lintas dan angkutan jalan.
e. semua kegiatan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan yang dapat
memberikan nilai tambah sebesar-besarnya dalam rangka mewujudkan kesejahteraan
masyarakat.
f. pelayanan dalam penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan yang
dilakukan oleh setiap Pembina pada jenjang pemerintahan secara berdaya guna dan
berhasil guna.
g. penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan yang harus dilaksanakan atas
dasar keseimbangan antara sarana dan prasarana serta pemenuhan hak dan
kewajiban pengguna jasa dan penyelenggara.
h. penyelenggaraan pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan yang dilakukan
dengan mengutamakan keserasian dan kesalingtergantungan, kewenangan dan
tanggungjawab antar instansi Pembina.
i. upaya penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan melalui pengembangan
dan pemberdayaan sumber daya nasional.
BEBERAPA ASAS (PRINSIP-PRINSIP YANG
MEMPENGARUHI KEABSAHAN PENGANGKUTAN) DALAM PELAKSANAANNYA DALAM HUKUM
PENGANGKUTAN:
1.
. perjanjian pengangkutan bersifat konsensuil
artinya kesepakatan (tidak diperlkukan adanya perjanjian tertulis, asal mereka
sepakat, itu sudah sah untuk dilaksanakan memerlukan rasa saling percaya antara
para pihak).
2.
asaas koordinatif artinya para pihak yang
terlibat dalam pengangkutan itu mempunyai kedudukan yang sejajar/setara.
3.
hukum pengangkutan merupakan campuran
dari 3 jenis perjanjian yaitu:
a. perjanjian pemberian kuasa
b. perjanjian penyimpanan barang
c. perjanjian melakukan perbuatan
4.
pengiriman barang oleh pengangkut.
5.
pengangkutan itu dapat dibuktikan dengan
dokumen. Dokumen tersebut berupa perjanjian pengangkutan yang tertulis antara
para pihak yang terlibat dalam pengSIFAT-SIFAT
PERJANJIAN PENGANGKUTAN
Secara umum sama dnegan perjanjian lainnya, yaitu:
1.
timbale balik dalam arti para pihak
dalam melakukan perjanjian menimbulkan hak dan kewajibannya masing-masing.
2.
berupa perjanjian berkala seperti
merupakan perjanjian yang menggunakna jasa pengirim secara berkala di
masyarakat diistilahkan dengan “borongan”.
3.
perjanjian sewa menyewa, yang disewa
adalah alat angkut/kendaraan untuk mengangkut barang disewa oleh pihak pengirim
untuk mengirim sendiri ke pihak penerima. Obyek sewa menyewa adalah alat
angkutnya.
PRINSIP-PRINSIP
TANGGUNGJAWAB PENGANGKUT
1.
tanggungjawab praduga tak bersalah.
Prinsip ini intinya bahwa si pengangkut selalu dianggap bersalah apabila
hal-hal yang tidak diinginkan kecuali dalam hal si pengangkut dapat membuktikan
bahwa ia tidak bersalah (pasal 468 ayat 2 KUHD).
2. tanggungjawab
atas dasar kesalahan (kebalikan praduga tak bersalah). Intinya bahwa yang
dirugikanlah yang seharusnya membuktikan bahwa si pengangkut bersalah baik
pengirim maupun penerima (pasal 1365 KUHPerdata).
3.
tanggungjawab pengangkut mutlak
Sesuai dengan istilahnya, pengangkut bertanggungjawab mutlak atas
kesalahan-kesalahan yang menimbulkan kerugian bagi pihak-pihak yang mengadakan
perjanjian dalam pengangkutan. (bisa diterapkan tanpa pembuktian).
Tanggungjawab ini bisa dialihkan ke perusahaan asuransi, pengangkut wajib
mendaftarkan apa yang diangkutnya ke pihak asuransi agar jika terjadi
kesalahan, tanggungjawab bisa dialihkan ke perusahaan asuransi.
Dalam pasal 2 UU No. 22 Tahun 2009
Ada istilah “Pembina” yaitu pemerintah melalui instansi-instansi terkait.
Penyelenggaraan angkutan baik melalui darat, laut, udara diselenggarakan
pemerintah melalui instansi yang terkait.
ANGKUTAN
PENUMPANG
Kewajiban dari pengangkut terhadap angkutan penumpang adalah membawa penumpang
ke tempat tujuan dalam keadaan selamat.
Pengangkut akan dibebaskan dari tanggungjawabnya apabila dalam keadaan
overmacht, overmacht disini yaitu:
a. kejadian-kejadian yang di luar perkiraan pengangkut/ di luar kemampuan
pengangkut sehingga terjadi hal-hal yang tidak diinginkan oleh penumpang.
b. overmacht termasuk tindakan /kejadian yang dilakukan oelh penumpang itu
sendiri.
c. overmacht: sarana jalan/jembatan yang tidak layak untuk digunakan.
IZIN USAHA PENGANGKUT
Diberlakukan bagi perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang bisnis
pengangkutan.
1. memiliki NPWP
2. memiliki akta pendirian perusahaan/akta pendirian koperasi.
3. memiliki keterangan domisili perusahaan
4. memiliki surat izin temapt usaha
5. pernyataan kesanggupan untuk menyelenggarakan usahanya secara berkala baik
itu dalam hal penyediaan maupun perawatan dari alat angkut-angkut tersebut,
serta kesanggupan menyediakan fasilitas penyimpanan kendaraan. Pernyataan
kesanggupan untuk memiliki alat angkut tersebut.
IZIN USAHA dapat dikeluarkan oleh bupati, walikota madya dan gubernur.
Sedangkan IZIN BAGI BADAN USAHA yang berbentuk koperasi diberikan oleh Dirjen
Perhubungan Darat.
ASURANSI
Terdapat 4 hal yang wajib diasuransikan oleh pengangkut:
1. asuransi terhadap kendaraannya
2. asuransi terhadap kerugian yang diderita oleh pihak ketiga
3. asuransi terhadap awak kendaraan
4. asuransi terhadap tanggungjawab pengangkut.
SURAT
PENGANGKUTAN
Pasal 90 KUHD, mengatur bahwa surat pengangkutan merupakan persetujuan antara
si pengirim dengan penerima mengenai waktu dalam mana pengangkutan telah harus
selesai dikerjakan dan mengenai penggantian rugi dalamn hal kelambatan yagn
mana hal tersebut telah disetujui bersama.
ISI
SURAT PENGANGKUTAN
1. barang muatan
2. nama, jumlah, berat, ukuran, merk dari barang yang diangkut
3. alamat dan nama pengirim
4. nama dan tempat kediaman pengangkut
5. uang atau upah angkutan
6. tanggal dibuatnya surat muatan/surat angkutan
7. tanda tangan pengirim.
Dari pasal 90 KUHD apakah surat angkutan merupakan bukti dari sebuah
perjanjian?
Surat angkutan mungkint idak merupakan bukti telah erjadinya perjanjian antra
pengirim dan penerima alasannya: karena surat angkutan belum mencerminkan
kesepakatan karena hanya terdapat tanda tangan dari pengirim, pengangkut
sedangkantanda tangan penerima belum dibubuhi.
Setelah barang itu sampai, kemudian ditandatangani si penerima, barulah surat
itu bisa dijadikan bukti adanya perjanjian bahwa telah diselesaikan oleh si
pengangkut (sesuai dengan pesanan, tak ada yang cacat setelah pengecekan).
Apakah surat angkutan ini secara otomatis mengikat si pengangkut untuk
melaksanakan tugasnya dalam proses pengangkutan?
Surat angkutan tidak mutlak mengikat, setelah ditandatangani pengangkut barulah
surat itu mengikat, barulah ia berkewajiban untuk melaksanakan tugas-tugasnya
mengangkut barang ke penerima.
SYARAT-SYARAT
PENYERAHAN:
1. syarat FOB (Free on Board)
Bebas di kapal bahwa penjual wajib mengantarkan barang melewati pagar kapal
sampai di geladak kapal sedangkan pembeli menerima pengesahan barang di geladak
kapal setelah kapal itu menyeberang. Prinsipnya: tanggungjawab pengirim hanya
sampai di geladak kapal, sedangkan tanggungjawab pengangkut beralih saat barang
diterima di geladak kapal.
2. syarat CFR (Cost And Freight)
Artinya ongkos dan biaya pengangkutan. Pada syarat ini penjual wajib
mengantarkan barang sampai di pelabuhan tujuan.
Prinsipnya: tanggungjawab pengirim sampai di pelabuhan tujuan (lebih panjang
dari FOB)
3. syarat CIF (Cost, Insurance, Freight)
Pada syarat ini penjual wajib mengantarkan barang sampai di pelabuhan tujuan.
Disini penjual berkewajiban membayar ongkos serta biaya-biaya pengangkutan dan
juga berkewajiban membayar premi asuransi. Tanggungjawab dari penjual berakhir
ketika barang berada di geladak kapal.
Kasus:
Koko pengusaha jeruk yang setiap harinya mengirim jeruk ke Andi. Dan Andi
adalah pengusaha yang menyuplai jeruk-jeruk ke pasar dan supermarket yang
berada di Denpasar. Suatu ketika pada saat Koko mengirim jeruknya ke Andi. Ia
mengalami kecelakaan di perjalanan, dia menabrak seorang pejalan kaki yagn
tiba-tiba menyeberang. Karena harus berurusan dengan kasus itu, si Koko
terlambat mengantarkan jeruk ke Andi. Dari jam 3 pagi, tapi sampai jam 2 siang.
Karena keterlambatan ini ada beberapa jeruk yang tidak segar lagi/rusak
sehingga supermarket tak mau menerimanya. Kemudian disini ada satu pihak lagi
yaitu Heny, pemilik supermarket istana buah. Selain menolak kiriman Andi, ia
juga menuntut ganti kerugian. Dia juga tidak mau membayar jasa angkutan dan dia
menuntut keuntungan seandainya buah itu tidak terlambat dikirim oleh si Andi.
Dasar hukum pasal 91 dan 92 KUHD.
3.3
Perjanjian
Pengangkutan Barang
Sebelum membahas
tentang perjanjian pada pengangkutan pada umumnya , terlebih dahulu akan
dikemukan tentang pengertian mengenai Hukum Pengangkutan . Definisi Hukum
Pengangjkutan tidak dijumpai dalam perundang undangan kita , Melainkan dapat
dijumpaidari hasil pemikiran para Sarjana Hukum.
Soekardono menyatakan, bahwa hokum pengangkutan adalah
seluruh peraturan-peraturan didalam dan diluar kodifikasi (KUHPdt dan KUHD)
yang berdasarkan atas dan bertujuan untuk mengatur hubungan-hubungan hokum yang
terbit karena perpindahan barang-barang dan atau orang dari satu tempat ke
tempat yang lain untuk memenuhi perikatan-perikatan yang lahir dari perjanjian
untuk mendapatkan pengangkutan melalui perantaraan,
Jadi berdasarkan definisi tersebut dapat diketahui bahwa
hubungan antara hokum pengangkutan dengan perjanjian pengangkutan adalah erat
sekali, dimana hukum pengangkutan ada
untuk memenuhi dan mengatur perikatan-perikatan yang lahir dari perjanjian
tersebut.Bisa dikatakan bahwa terjadinya pengangkutan itu karena adanya
perjanjian . Pengangkutan atau dengan kata lain pengangkutan bersumber pada
perjanjian pengangkutan.
Secara umum tidak ada definisi tentang perjanjian
pengangkutan, definisi tentang perjanjian pengangkutan , definisi tentang
perjanjian pengangkutan yang ada hanya merupakan pendapat para sarjana saja.
Sebagai imbangan disini akan diberikan pendapat pendapat tersebut antara lain
sebagai berikut :
a.
Menurut Soekardono, perjanjian
pengangkutan adalah sebuah perjanjian timbale balik, dimana pihak pengangkut
mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang atau orang ke
tempat tujuan tertentu, sedangkan pihak lain nya berkeharusan untuk menunaikan
pembayaran biaya tertentu untuk pengangkutan tersebut.
b.
Menurut Subekti , perjanjian
pengangkutan adalah suatu perjanjian dimana satu pihak menyanggupi untuk dengan
aman membawa orang atau barang dari satu tempat ke tempat lain tempat,
sedangkan pihak yang lain nya menyanggupi akan membayar ongkosnya.
Akhirnya dapat
dikatakan bahwa perjanjian pengangkutanadalah perjanjian timbale balik antara
pihak pengangkut yang berjanji menyelenggarakan pengangkutan barang dan atau
orang dengan aman dengan sarana angkut tertentu, sedangkan pihak pengirim atau
penumpang berjanji untuk membayar harga angkutan.
Memperhatikan definisi
tersebut terkandung didalamnya bahwa perjanjian pengangkutan meliputi
perjanjian antara pengangkut, pengirim, dan atau penumpang . Jadi pihak –pihak
dalam perjanjian pengangkutan adalah pengangkut dan pengirim untuk angkutan
barang, penumpang dan pengangkut untuk angkutan penumpang.
3.4
Mulai
Berlakunya Perjanjian Pengangkutan Barang
Menurut asas Konsensualitas,
suatu perjanjian lahir pada saat terjadinya kata sepakat antara kedua belah
pihak yaitu pihak pengangkut dengan pihak pengirim barang yang mengenai hal hal
yang pokok yaitu obyek perjanjian nya atau yang diperjanjiakan nya. Sepakat
yang diperlukan untuk melahirkan suatu perjanjian tersebut dianggap tercapai
apabila adanya suatu penawaran atau pernyataan, maka dikeluarkanlah angkutan
yang akan dipergunakan utnuk mengangkut barang tersebut, dalam waktu yang telah ditentukan apabila pihk pengangkut atau
ekspeditur belum berhasil menyelesaikan harus bertanggung jawab atas
keterlambatan tersebut. Dan dalam perjanjian tersebut tidak dapat ditarik
kembali jika tidak seijin pihak pengangkut ini adalah sangat penting untuk
diketahui dan ditetapkan , berhubungan ada kalanya terjadi suatu perubahan
perundang –undangan atau peraturan yang dapat mempengaruhi nasib perjanjian
tersebut, misalnya dalam pelaksanaan nya.
Di dalam lahirnya surat
perjanjian pengangkutan ini selain adanya persetujuan kedua belah pihak yaitu
antara pengangkut dengan pengirim barang perlu juga adanya surat angkutan
sebagai surat bukti atau merupakan syarat yang tertulis dalam perjanjian
pengangkutan tersebut.
3.5
Wanprestasi
Dalam Perjanjian Pengangkutan Barang
Perjanjian
pengangkutan dalam pengangkutan barang maupun penumpang antara pengangkut
dengan pemakai jasa pengangkutan dapat disebutkan empat syarat sebagaimana
diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, yaitu :
1.
Adanya kesepakatan antara para pihak.
2.
Adanya kecakapan unutk membuat sebuah perjanjian.
3.
Suatu hal tertentu.
4.
Suatu sebab yang halal.
Syarat
yang pertama dan kedua adalah syarat yang menyangkut subyeknya, sehingga
disebut syarat subyektif, yaitu syarat yang harus dipenuhi oleh subyek
perjanjian (sepakat dan cakap) seperti disebutkan dalam Pasal 1330 Kitab Undang
Undang Hukum Perdata, tak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah
orang-orang yang belum dewasa, mereka yang ditaruh di bawah pengampuan.
Undang Undang telah melarang membuat
perjanjian terhadap dua syarat terakhir mengenai obyeknya atau syarat obyektif,
yaitu syarat yang harus dipenuhi oleh subyek perjanjian (hal tertentu dan sebab
yang halal) sesuai dengan Pasal 1332 Kitab Undang Undang Hukum Perdata
menyebutkan hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja dapat menjadi
pokok suatu perjanjian.
Kitab Undang Undang Hukum Perdata
Menurut Pasal 1338 ayat (1) menjelaskan bahwa semua perjanjian yang dibuat
secara sah berlaku sebagai Undang Undang bagi mereka yang membuatnya.
Perjanjian tidak dapat ditarik
kembali, selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan
yang oleh Undang Undang dinyatakan cukup untuk itu dan suatu perjanjian harus
dilaksanakan dengan itikad baik.
Perjanjian kedua belah pihak adalah
sah dan para pihak wajib melaksanakan hak dan kewajibannya, apabila syarat
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1320 Kitab Undang Undang Hukum Perdata
terpenuhi dan apabila persyaratan sebagaimana disebutkan angka 1 dan 2 tidak
dapat dipenuhi oleh penumpang, maka perjanjian dapat dibatalkan dan apabila
tidak terpenuhinya syarat angka 3 dan 4 maka perjanjian batal demi hukum.
Pihak dalam perjanjian yang mana
salah satunya melakukan wanprestasi (melalaikan kewajiban) maka pihak lain yang
dalam hal ini adalah pihak yang merasa dirugikan berhak mengajukan gugatan
pembatalan perjanjian atas kelalaian pihak yang melalaikan kewajibannya.
Menurut
sistem hukum yang berlaku di indonesia dewasa ini, untuk mengadakan perjanjian
pengangkutan barang-barang atau penumpang tidak disyaratkan harus secara
tertulis, sesuai dengan empat syarat yang disebutkan diatas. Jadi, cukup
diwujudkan dengan persetujuan kehendak secara lisan saja maka dapat disimpulkan
bahwa perjanjian pengangkutan itu bersifat konsensual (Utari 1994:12-13).
Asas-Asas Hukum Perjanjian Pengangkutan
Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang
Undang Hukum Perdata menyebutkan semua perjanjian yang dibuat secara sah
berlaku sebagai Undang Undang bagi mereka yang membuatnya, sehingga dengan asas
itu hukum perjanjian menganut sistem terbuka, yang memberi kesempatan bagi
semua pihak untuk membuat suatu perjanjian ketentuan di atas memberikan jaminan
kepastian hukum bagi pihak-pihak yang mengadakan perjanjian.
Kitab Undang Undang Hukum Perdata
Pasal 1338 ayat (3) telah memberikan suatu asas keadilan yaitu asas pelaksanaan
perjanjian secara itikad baik jaminan keadilan itu juga dipedomani pada Pasal
1337 Kitab Undang Undang Hukum Perdata bahwa suatu perjanjian akan dapat
dibatalkan jika bertentangan dengan Undang Undang Kesusilaan yang baik dan atau
ketertiban umum.
Asas-asas hukum perjanjian meliputi
:
1. Asas kebebasan berkontrak
Setiap orang bebas menentukan isi dan syarat yang digunakan
dalam suatu perjanjian yang diambil untuk mengadakan atau tidak mengadakan
suatu perjanjian (Pasal 1338 Kitab Undang Undang Hukum Perdata).
2. Asas konsesualisme
Dengan adanya konsesual isme Kontrak dikatakan telah lahir
jika telah ada kata sepakat atau persesuaian kehendak diantara para pihak yang
membuat.
3. Asas pacta sunt servanda
Keseimbangan hak dan kewajiban antara kedua belah pihak
seimbang, maka asas kepastian hukum ini dapat dicapai semua perjanjian yang
dibuat secara sah, berlaku sebagai Undang Undang bagi mereka yang membuatnya
(Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang Undang Hukum Perdata) dan pihak ketiga wajib
menghormati perjanjian yang dibuat oleh para pihak artinya tidak boleh
mencampuri isi perjanjian.
4. Asas kepribadian
Pada umumnya tak seorang dapat
mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkan suatu janji dari
pada untuk dirinya (Pasal 1315 Kitab Undang Undang Hukum Perdata) bila dibuat
maka pihak ketiga tidak rugi dan mendapat manfaat karenanya. Pada dasarnya
seseorang dapat minta ditetapkan dirinya sendiri kecuali Pasal 1317 Kitab
Undang Undang Hukum Perdata yaitu janji untuk pihak ke-3 (ketiga).
3.6 Berakhirnya Suatu Perjanjian
Pengangkutan
Di
dalam KUH pdt pasal 1381, Secara umum diatur sepuluh macam cara berakhirnya
atau hapusnya suatu perikatan. Cara-cara tersebut berlaku juga bagi berakhirnya
perjanjian-perjanjian yang bersifat khusus, seperti perjanjian pengangkutan.
Cara-cara
tersebut adalah :
1) Pembayaran
2) Penawaran
pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan
3) Pembaharuan
hutang
4) Perjumpaan
hutang atau konpensasi
5) Percampuran
hutang
6) Pembebasan
hutang
7) Musnahnya
barang yang terhutang
8) Batal
atau pembatalan
9) Berlakunya
suatu syarat batal dan
10) Lewatnya
waktu
Sepuluh cara tersebut
diatas belum lengkap , karena masih ada cara yang tidak disebutkan yaitu
berakhirnya suatu ketetapan waktu dalam suatu perjanjian atau meninggalnya
salah satu pihak dalam beberapa macam perjanjian.
Dari Sepuluh macam cara tersebut diatas yang terjadi
dalam pengangkutan adalah sebagai berikut:
a) Pembayaran
Dengan “ Pemabayaran” dimaksudkan setiap
pemenuhan perjanjian secara suka rela , artinya tidak dengan paksaan.
Dalam pengangkutan , bahwa pihak pemilik
barang diwajibkan untuk membayar sejumlah uang sebagai ongkos pengangkutan dengan disertai penyerahan barang yang akan
diangkut oleh pihak pengangkut. Selanjutnya pihak pengangkut akan memberikan
surat bukti pengiriman barang dan pernyataan lunas untuk ongkos pengangkutan
kepada pemilik barang.
b) Penawaran
pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan. Ini adalah suatu
cara pembayaran yang dilakukan untuk menolong si berhutang yaitu penerima dalam
hal si penerima menolak pembayaran ongkos pengangkutan dibayar lunas oleh
pengirim.
c) Pembaharuan
hutang atau Novasi
Menurut pasal 1413 KUHPdt ada tiga jalan untuk melaksanakan suatu pembaharuan
hutang atau novasi yaitu :
(1)
Apabila seorang yang berhutang membuat
suatu perikatan utang baru guna orang yang menghutangkan nya , yang
menggantikan utang yang lama dihapuskan karenanya. Dalam pengangkutan yang
terjadi adalah bila pengirim barang di dalam mengepak atau membungkus barang
diserahkan kepada petugas angkutan barang dengan menambah ongkos yang akan
dibayar jadi satu bersama ongkos angkutan nya setelah samapi di tempat tujuan,
tetapi sebelum barangdiangkut ternyata masih ada barang yang ketinggalan, maka
dengan adanya kejadian tersebut pengirim membayar biaya pembungkusan yang
pertama bersama membayar ongkos pengangkutan yang pertama bersama membayar
ongkos pengangkutan kemudian barang diserahkan lagi kepada pengakut untuk
dibongkar dan dibungkus lagi,. Dan untuk pembayaran pembungkusan tersebut
pemilik barang berjanji untuk membayar setelah barang sampai di tempat tujuan.
(2)
Apabila seorang berhutang baru ditunjuk
untuk menggantikan orang berhutang lama dibebaskan dari perikatan nya. Dalam
pengangkutan misalnya pengirim tidak bias membayar ongkos angkutan , kemudian
antara pengirim dan pengangkut mengadakan kesepakatan bahwa ongkos angkutan
dibayar oleh penerima barang, sehingga pengirim terbebas dari pembayaran ongkos
angkutan.
(3)
Apabila sebagai akibat dari sutu
perjanjian baru, seorang kreditur baru ditunjuk untuk menggantikan kreditur
lama , terhadap si berhutang dibebaskan dari perikatan nya. Dalam pengangkutan
misalnya pengirim barang sudah membayar ongkos angkutan tetapi pada waktu mau
berangkat alat angkutan nya mengalami kerusakan dan memerlukan perbaikan
beberapa hari, maka barang angkutan tersebut dialihkan pada alat angkut
berikutnya, sehingga terjadilah perjanjian baru abtara pengirim barang dengan
pengangkut baru tersebut. Dari pengalihan ini dialihkan juga ongkos angkut
kepada pengakut yang baru sehingga pengirim tidak dipungut ongkos angkutan
lagi.
d)
Perjumpaan hutang atau Konpensasi
Ini adalah suatu cara
penghapusan hutang dengan jalan memperjumpakan atau memperhitungkan hutang
piutang secara timbal balik antara kreditur dan debitur . Dalam pengangkutan
misalnya, pengirim barang telah mengadakan kesepakatan dengan pengangkut untuk
membayar ongkos angkutan setelah sampai di tempat tujuan, tetapi ternyata dalam
pengangkutan tersebut kerusakan barang disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian
pihak pengangkut, sehingga pengangkut harus bertanggung jawab untuk mengganti
kerugian atas rusaknya barang tersebut, dengan ditetapkan bahwa harga kerusakan
barang seimbang dengan harga ongkos penggangkutan dengan pengirim barang
mengadakan kesepakatan untuk saling membebaskan antara kewajiban untuk membayar
ongkos pengakutan dengan mengganti kerugian atas rusaknya barang.
e)
Pembebasan Hutan, yaitu suatu perjanjian baru dimana si
berpiutang dengan suka rela membebaskan si berhutang di dalam membayar hutang
atau pemenuhan perjanjian, sehingga hubungan hutang piutang hapus. Dalam
pengangkutan barang hal ini terjadi bila pengankut membebaskan ongkos angkutan
barang pengitim atau penumpang tetapi pembebasan ini tidak dapat
dipindahtangankan pada pihak lain.
f)
Musnahny barang yang terhutang, yaitu
apabila barang yang telah diperjanjikan musnah, tidak dapat lagi
diperdagangkan, atau hilang sehingga perikatan tersebut menjadi hapus asal
musnah atau hilangnya barang tersebut di luar kesalahan si berhutang dan
sebelum lalai menyerahkan nya.
Demikian juga dalam
pengangkutan , musnah atau hilangnya barang angkutan diluar kesalahan atau
kekuasaan pihak pengangkut atau sebelum ia lalai menyerahkan barang itu, maka
perikatan menjadi hapus.
g)
Batal atau pembatalan , yaitu bila
perjanjian dibuat oleh orang yang tidak cakap, dengan cara paksa, kekhilafan,
penipuan, bertentangan dengan ketrtiban umum, bertentangan dengan undang-undang
dan kesusilaan. Dalam pengangkutan pembatalan terjadi bila pihak pengirim
barang menarik kembali perjanjian pengangkutan atas barang yang akan diangkut
oleh pihak pengangkut, atas kesepakatan kedua belah pihak , pengirim dan
pengangkut karena perjanjian dibuat dengan cara menyimpang
h)
Berlakunya sutau syarat batal, yaitu
suatu perjanjian yang basibnya tergantung pada suatu peristiwa yang akan datang
dan masih belum tentu terjadi atau perikatan yang sudah dilahirkan justru akan
berakhir bila peristiwa yang dimaksud tersebut itu terjadi. Dalam pengangkutan
barang , dengan adanya penyerahan barang
yang diangkutoleh pengakut kepada penerima barang yang harus disetai dengan
membawa surat angkutan, sehingga berakhirlah perjanjian pengakutan tersebut.
i)
Lewatnya waktu atau daluwarsa , dalam
pasal 1946 KUHPerdata, disebutkan suatu upaya utnuk dibebaskan suatu perikatan
dengan lewat waktu tertentu dan syarat-syarat yang ditentukan undang-undang ,
sedangkan pasal 1968 KUHPerdata disebutkan tentang tuntukan balik yang bersifat
kebendaan maupun perorangan tersebut karena adanya daluwarsa dengan lewat waktu
tiga puluh tahun. Dalam pengangkutan diberikan juga jangka waktu pengambilan
barang oleh penerima atau wakilnya dan jika telah lewat waktu pengambilan barang
belum atau tidak diambil maka barang tidak bisa diambil dan dianggap hilang
sehingga berakhirlah perjanjian pengangkutan tersebut.
Ketentuan
tentang berakhirnya suatu perjanjian ini bertujuan untuk membantu kedua belah
pihak, pengirim atau pengakut, dalam masalah berakhirnya stuatu perjanjian
pengngkutan dan untuk menjaga hak dan kewajiban kedua belah pihak.
D. KONTRAK PENGANGKUTAN BARANG KERETA
API
Berdasarkan
hasil penelitian tersebut dapat kami
jelaskan bahwa Perjanjian Angkutan Barang Kiriman Hantaran
antara
PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) dengan PT. X yang
dilakukan secara tertulis menurut kami
sudah sah menurut hukum yang berlaku. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan
Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, bahwa suatu perjanjian dinyatakan
sah apabila telah memenuhi 4 (empat) syarat komulatif. Keempat syarat untuk
sahnya perjanjian tersebut antara lain :
- Sepakat
diantara mereka yang mengikatkan diri. Artinya para pihak yang membuat
perjanjian telah sepakat atau setuju mengenai hal-hal pokok atau materi
yang diperjanjikan. Dan kesepakatan itu dianggap tidak ada apabila
diberikan karena kekeliruan, kekhilafan, paksaan ataupun penipuan.
- Kecakapan
untuk membuat suatu perikatan. Arti kata kecakapan yang dimaksud dalam hal
ini adalah bahwa para pihak telah dinyatakan dewasa oleh hukum, yakni
sesuai dengan ketentuan KUHPerdata, mereka yang telah berusia 21 tahun,
sudah atau pernah menikah. Cakap juga berarti orang yang sudah dewasa,
sehat akal pikiran, dan tidak dilarang oleh suatu peraturan
perundang-undangan untuk melakukan suatu perbuatan tertentu. Dan orang-orang yang dianggap tidak
cakap untuk melakukan perbuatan hukum yaitu : orang-orang yang belum
dewasa, menurut Pasal 1330 KUHPerdata jo. Pasal 47 UU Nomor 1 tahun 1974
tentang Perkawinan; orang-orang yang ditaruh dibawah pengampuan, menurut
Pasal 1330 jo. Pasal 433 KUHPerdata; serta orang-orang yang dilarang oleh
undang-undang untuk melakukan perbuatan hukum tertentu seperti orang yang
telah dinyatakan pailit oleh pengadilan.
- Suatu
Hal Tertentu. Artinya, dalam membuat perjanjian, apa yang diperjanjikan
harus jelas sehingga hak dan kewajiban para pihak bisa ditetapkan.
- Suatu
Sebab Yang Halal. Artinya, suatu perjanjian harus berdasarkan sebab yang
halal yang tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 1337 Kitab
Undang-undang Hukum Perdata, yaitu : tidak bertentangan dengan ketertiban
umum; tidak bertentangan dengan kesusilaan; dan tidak bertentangan dengan
undang-undang.
Sebagaimana
yang telah dijelaskan diatas, syarat kesatu dan kedua dinamakan syarat
subjektif, karena berbicara mengenai subjek yang mengadakan perjanjian,
sedangkan ketiga dan keempat dinamakan syarat objektif, karena berbicara
mengenai objek yang diperjanjikan dalam sebuah perjanjian. Dalam perjanjian
bilamana syarat-syarat subjektif tidak terpenuhi maka perjanjiannya dapat
dibatalkan oleh hakim atas permintaan pihak yang tidak cakap atau yang memberikan
kesepakatan secara tidak bebas. Selama tidak dibatalkan, perjanjian tersebut
tetap mengikat. Sedangkan, bilamana syarat-syarat objektif yang tidak dipenuhi
maka perjanjiannya batal demi hukum. Artinya batal demi hukum 15 bahwa, dari
semula dianggap tidak pernah ada perjanjian sehingga tidak ada dasar untuk
saling menuntut di pengadilan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bentuk Perjanjian Angkutan Barang Kiriman Hantaran
antara
PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) dengan PT. X dibuat secara tertulis yang
berisi tentang nama-nama para pihak dalam perjanjian, perjanjian tersebut juga
memuat klausul-klausul yang dijabarkan dalam pasal-pasal, antara lain mengatur
tentang definisi, maksud
dan tujuan, ruang lingkup pekerjaan, masa berlaku, tarif dan biaya angkutan,
pajak dan biaya lainnya, cara pembayaran biaya angkutan dan biaya lainnya,
pernyataan dan jaminan, hak dan kewajiban para pihak, larangan, pengawalan,
pengaturan muatan, denda dan sanksi, ganti rugi, penambahan kereta bagasi atau
gerbong, berakhirnya perjanjian, force majeure, penundaan pelaksanaan
perjanjian, hukum yang berlaku dan penyelesaian perselisihan, keterpisahan,
kerahasiaan, klaim dan pengawasan, korespondensi, dokumen perjanjian, dan
lain-lain.
Kendala yang timbul
dalam pelaksanaan Perjanjian Angkutan Barang Kiriman Hantaran
di
PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) adalah apabila timbangan Kereta Api Elektronik milik PT. KERETA
API INDONESIA (PERSERO) rusak atau belum ditera dan terjadinya
force majeure. Upaya penyelesaian perselisihan bila terjadi sengketa dalam
pelaksanaan Perjanjian Angkutan Barang Kiriman Hantaran
ini
diselesaikan dengan musyawarah sesuai dengan asas yang dianut dalam Perjanjian Angkutan Barang Kiriman Hantaran.
Apabila upaya yang dilakukan tidak
berhasil diselesaikan, maka kedua belah pihak sepakat untuk menempuh jalur
hukum dengan domisili hukum
yang tetap dan tidak berubah yaitu pada Pengadilan Negeri Bandung sesuai dengan yang tercantum pada
klausula kontrak kerjasama sponsorship.
Tanggung jawab hukum dari pihak PT. X jika terjadi wanprestasi yaitu dengan
membayar
ganti rugi atas biaya jasa pengangkutan barang kepada
PT KERETA API INDONESIA
(PERSERO), selaku pihak pengangkut.
Daftar Pusataka
Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Darat, Laut,
Udara, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991
Abdurrachman, Ensiklopedia Ekonomi Keuangan
Perdaganagn, Inggris-Indonesia, Pradnya paramita, Jakarta , 1982
H.M.N Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang
Jilid III, Djambatan, Jakarta 1991.
Abdulkadir Muhammad, Op.Cit