Senin, 06 Juni 2016

STUDI LAPANGAN HUKUM TRANSPORTASI PT KAI BANDUNG
MAKALAH
Dibuat untuk Melengkapi Tugas Mata Kuliah Hukum Transportasi di Bawah Bimbingan Dosen Bpk Surajiman S.H


Oleh :

AYU SARTIKA DEWI (143112330040104)
JOKO SISWANTO (143112330040111)
SRI SUGIARTI (143112330040112)

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NASIONAL ,PASAR MINGGU JAKARTA SELATAN


Kata Pengantar



      Pertama-tama kami ingin mengucapkan Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena atas kehendaknya makalah ini dapat terselesaikan pada waktunya. Makalah yang berjudul “Studi Lapangan Hukum Transportasi PT.KAI Bandung” diselesaikan dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Hukum Transportasi.

      Kami mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat. Kami mengakui bahwa manusia mempunyai keterbatasan dalam berbagai hal karena kesempurnaan hanya milik-Nya. Oleh karena itu kami memohon agar Bapak/ibu dosen dan juga pembaca dapat memakluminya.

      Kami mengharapkan kritik dan saran dari hasil makalah ini. Demikian makalah ini kami buat, kami ucapkan terima kasih.






Penulis










DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.............................................................................   1
KATA PENGANTAR.............................................................................    2
DAFTAR ISI..........................................................................................     3
BAB I        PENDAHULUAN.............................................................      4
A. Latar belakang ..................................................................................      4
1.1 . Rumusan Masalah ......................................................       6
1.3  Tujuan ............................................................................    6
BAB II       PEMBAHASAN................................................................      7
B.Profil Perusahaan Studi Lapangan .............................................................
                   2.1 Sejarah Perkeretaapian ................................................       7
                   2.2 Ringkasan Sejarah Perkeretaapian Indonesia ...............     10
                   2.3 Sumber Daya Manusia ..................................................     11
C. Pengangkutan Barang dengan Kereta Api ........................................      12
                  3.1 Pengertian Pengangkutan Barang ..................................      12
                   3.2 Dasar Hukum Pengangkutan Barang ............................      13
                   3.3 Perjanjian Pengangkutan Barang ...................................     21
                   3.4 Mulai Berlakunya Perjanjian .........................................     22
                   3.5 Wanpretasi dalam Perjanjian ........................................      23
                   3.6  Berakhirnya satu perjanjian pengangkutan .................      29
D. Kontrak Pengangkutan barang dengan Kereta Api ..........................      30
E. Foto Kegiatan ...................................................................................      49
BAB III      PENUTUP.........................................................................     50
                   Kesimpulan.........................................................................     50
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................     51





BAB I
 PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG

Dalam rangka pembelajaran pada Hari Senin 25 April 2016 Kampus Universitas Nasional, Pada Mata Kuliah Hukum Transportasi dibawah bimbingan Dosen Bpk Surajiman S.H kami melakukan Studi lapangan yang bertempat di PT Kereta Api Indonesia (Bandung).
Studi lapangan merupakan pembelajaran penting untuk Mahasiswa Mahasiswi Fakultas Hukum karena dengan adanya Studi lapangan kita bisa belajar praktek tentang pemahaman kerja lapangan.
Dalam studi yang kami lakukan di PT.Kereta Api Indonesia (Bandung) menyangkut objek perjanjian. Perjanjian dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata) tidak diatur secara baku dan kaku, bahkan bersifat terbuka. Hal ini berarti bahwa dalam suatu perjanjian, para pihak dapat menyesuaikan dengan apa yang dipikirkan dan tersirat dalam hati masing-masing yang kemudian dimusyawarahkan untuk diwujudkan secara nyata dengan cara merangkumnya dalam klausula isi perjanjian oleh mereka yang mengadakan perjanjian. Dalam perjanjian tidak terdapat hubungan hukum yang timbul dengan sendirinya seperti yang dijumpai pada harta benda kekeluargaan. Hubungan hukum itu tercipta oleh karena adanya “tindakan hukum” . Tindakan atau perbuatan hukum menimbulkan hubungan hukum perjanjian sehingga terhadap satu pihak diberi oleh pihak yang lain untuk memperoleh prestasi, sedangkan pihak yang lain itu pun menunaikan prestasi. Jadi satu pihak memperoleh hak (recht) dan pihak lain memikul kewajiban (plicht) untuk menyerahkan atau menunaikan prestasi.

 
 

Kontrak merupakan suatu kesepakatan yang diperjanjikan di antara dua atau lebih pihak yang dapat menimbulkan, memodifikasi, atau menghilangkan hubungan hukum. Tetapi KUH Perdata memberi pengertian pada kontrak sesuai dengan Pasal 1313 KUH Perdata yang berbunyi, yaitu: “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”. Apabila terjadi wanprestasi maka hukum bertugas memberikan ganti rugi melalui subjek hukum yang terdapat dalam perjanjian dalam hal berkewajiban atas prestasi, terhadap subjek hukum lain yang terdapat dalam perjanjian tersebut dalam haknya atas prestasi.
Perjanjian yang dilakukan antara PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) dengan PT. X merupakan Perjanjian Angkutan Barang Kiriman Hantaran yaitu jasa angkutan barang menggunakan Kereta Bagasi/Gerbong yang dirangkaikan dengan kereta api penumpang atau dirangkaikan menjadi kereta api tersendiri.






1.1.     Rumusan Masalah
  1. Bagaimana bentuk dan isi Perjanjian Angkutan Barang Kiriman Hantaran antara PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) dengan PT. X serta hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh pihak-pihak yang terkait dalam perjanjian ini?
  2. Apa saja kendala yang timbul dalam pelaksanaan Perjanjian Angkutan Barang Kiriman Hantaran di PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) dan bagaimana cara mengatasi kendala tersebut?
  3. Bagaimana tanggung jawab hukum dari pihak PT. X jika terjadi wanprestasi?
1.2.    Tujuan
1.      Mengetahui bentuk dan isi Perjanjian Angkutan Barang Kiriman Hantaran antara PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) dengan PT. X serta hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh pihak-pihak yang terkait dalam perjanjian ini.
2.      Mengetahui kendala yang timbul dalam pelaksanaan Perjanjian Angkutan Barang Kiriman Hantaran di PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) dan cara mengatasi kendala tersebut.
3.      Mengetahui tanggung jawab hukum dari PT. X jika terjadi wanprestasi








BAB  II
PEMBAHASAN

B.     Profil Perusahaan Studi Lapangan

2.1  Sejarah Perkeretaapian  


Kehadiran kereta api di Indonesia ditandai dengan pencangkulan pertama pembangunan jalan KA di desa Kemijen, Jum'at tanggal 17 Juni 1864 oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Mr. L.A.J Baron Sloet van den Beele. Pembangunan diprakarsai oleh Naamlooze Venootschap Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NV. NISM) yang dipimpin oleh Ir. J.P de Bordes dari Kemijen menuju desa Tanggung (26 Km) dengan lebar sepur 1435 mm. Ruas jalan ini dibuka untuk angkutan umum pada hari Sabtu, 10 Agustus 1867.
Keberhasilan swasta, NV. NISM membangun jalan KA antara Kemijen - Tanggung, yang kemudian pada tanggal 10 Februari 1870 dapat menghubungkan kota Semarang - Surakarta (110 Km), akhirnya mendorong minat investor untuk membangun jalan KA di daerah lainnya. Tidak mengherankan, kalau pertumbuhan panjang jalan rel antara 1864 - 1900 tumbuh de-ngan pesat. Kalau tahun 1867 baru 25 Km, tahun 1870 menjadi 110 Km, tahun 1880 mencapai 405 Km, tahun 1890 menjadi 1.427 Km dan pada tahun 1900 menjadi 3.338 Km.
 
Selain di Jawa, pembangunan jalan KA juga dilakukan di Aceh (1874), Sumatera Utara (1886), Sumatera Barat (1891), Sumatera Selatan (1914), bahkan tahun 1922 di Sulawasi juga telah dibangun jalan KA sepanjang 47 Km antara Makasar-Takalar, yang pengoperasiannya dilakukan tanggal 1 Juli 1923, sisanya Ujungpandang - Maros belum sempat diselesaikan. Sedangkan di Kalimantan, meskipun belum sempat dibangun, studi jalan KA Pontianak - Sambas (220 Km) sudah diselesaikan. Demikian juga di pulau Bali dan Lombok, pernah dilakukan studi pembangunan jalan KA.
Sampai dengan tahun 1939, panjang jalan KA di Indonesia mencapai 6.811 Km. Tetapi, pada tahun 1950 panjangnya berkurang menjadi 5.910 km, kurang Iebih 901 Km raib, yang diperkirakan karena dibongkar semasa pendudukan Jepang dan diangkut ke Burma untuk pembangunan jalan KA di sana.
Jenis jalan rel KA di Indonesia semula dibedakan dengan lebar sepur 1.067 mm; 750 mm (di Aceh) dan 600 mm di beberapa lintas cabang dan tram kota. Jalan rel yang dibongkar semasa pendudukan Jepang (1942 - 1943) sepanjang 473 Km, sedangkan jalan KA yang dibangun semasa pendudukan Jepang adalah 83 km antara Bayah - Cikara dan 220 Km antara Muaro - Pekanbaru. Ironisnya, dengan teknologi yang seadanya, jalan KA Muaro - Pekanbaru diprogramkan selesai pembangunannya selama 15 bulan yang mempekerjakan 27.500 orang, 25.000 diantaranya adalah Romusha. Jalan yang melintasi rawa-rawa, perbukitan, serta sungai yang deras arusnya ini, banyak menelan korban yang makamnya bertebaran sepanjang Muaro- Pekanbaru.
Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamir-kan pada tanggal 17 Agustus 1945, karyawan KA yang tergabung dalam Angkatan Moeda Kereta Api (AMKA) mengambil alih kekuasa-an perkeretaapian dari pihak Jepang. Peristiwa bersejarah tersebut terjadi pada tanggal 28 September 1945. Pembacaan pernyataan sikap oleh Ismangil dan sejumlah anggota AMKA lainnya, menegaskan bahwa mulai tanggal 28 September 1945 kekuasaan perkeretaapian berada di tangan bangsa Indonesia. Orang Jepang tidak diperbolehkan campur tangan lagi urusan perkeretaapi-an di Indonesia. Inilah yang melandasi ditetapkannya 28 September 1945 sebagai Hari Kereta Api di Indonesia, serta dibentuknya Djawatan Kereta Api Republik Indonesia (DKARI).




2.2  Ringkasan Sejarah Perkeretaapian Indonesia
Periode
Status
Dasar Hukum
Th. 1864
Pertama kali dibangun Jalan Rel sepanjang 26 km antara Kemijen Tanggung oleh Pemerintah Hindia Belanda

1864 s.d 1945
Staat Spoorwegen (SS) Verenigde Spoorwegenbedrifj (VS) Deli Spoorwegen Maatschappij (DSM)
IBW
1945 s.d 1950
DKA
IBW
1950 s.d 1963
DKA - RI
IBW
1963 s.d 1971
PNKA
PP. No. 22 Th. 1963
1971 s.d.1991
PJKA
PP. No. 61 Th. 1971
1991 s.d 1998
PERUMKA
PP. No. 57 Th. 1990
1998 s.d. 2010
PT. KERETA API (Persero)
PP. No. 19 Th. 1998
Keppres No. 39 Th. 1999
Akte Notaris Imas Fatimah
Mei 2010 s.d sekarang
PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO)
Instruksi Direksi No. 16/OT.203/KA 2010






2.3  Sumber Daya Manusia
Pada Tahun 2015, PT. Kereta Api Indonesia (Persero) memiliki karyawan 25.361 orang untuk menyelenggarakan pelayanan angkutan kereta api di Jawa dan Sumatera. Jumlah tersebut terbagi menurut  pendidikan, dan usia pegawai seperti pada tabel di bawah ini :
SUMBER DAYA MANUSIA MENURUT PENDIDIKAN
URAIAN
2015
a. SD
1.512
b. SLTP
1.536
c. SLTA
20.275
d. D.3
583
e. S.1
1.377
f. S.2
78
JUMLAH :
25.361

SUMBER DAYA MANUSIA MENURUT USIA
URAIAN
2015
a. <30
11.272
b. 31 - 40
5.157
c. 41 - 50
5.736
d. 51 - 56
3.196
JUMLAH :
25.361



C.    PENGANGKUTAN BARANG DENGAN KERETA API
3.1              Pengertian Pengangkutan Barang
Pengangkutan mengandung arti yang sangat luas karena pengangkutan tidak hanya berhubungan dengan dunia perdagangan saja, tetapi juga dengan politik, pertahanan keamanan ataupun yang lain. Namun demikian tidak ada definisi yang baku tentang pengangkutan itu sendiri, yang ada hanya pendapat dari para sarjana tentang pengertian pengangkutan tersebut.
  Pendapat ini antara lain :
a)      Menurut Abdulkadir Muhammad , pengangkutan adalah proses kegiatan membawa barang atau penumpang dari tempat pemuatan ketempat tujuan dan menurunkan barang atau penumpang dari alat pengangkutan bertempat yang ditentukan.
b)      Menurut A. Abdurrachman , yang dimaksud dengan pengangkutan pada umunya adalah pengangkutan barang atau orang dari satu ke tempat lain, alat-alat fisik yang digunakan untuk pengangkutan semacam itu termasuk kendaraan dan lain-lain.

Memahami definisi tersebut terkandung bahwa pengangkutan itu merupakan proses kegiatan atau gerakan dari suatu tempat ke tempat lain. Karena merupakan suatu proses kegaiatan maka dalam pengangkutan tersebut pasti ada pihak yang menyelenggarakan yang disebut pengangkut.
Selain ada pengangkut tentu ada obyek yang diangkut, obyek ini bias berupa barang atau penumpang. Dan untuk pengangkutan nya digunakan suatu sarana angkutan, baik kendaraan bermotor , kereta api atau yang lain nya.
Akhirnya dapat dikatakan bahwa pengangkutan adalah kegiatan pemindahan barang dan atau penumpang dengan menggunakan sarana angkut dari suatu tempat tertentu ke tempat tujuan tertentu dengan imbalan jasa dari pengirim atau penumpang sebagai harga dari pengangkutan tersebut.







3.2        Dasar Hukum Pengangkutan Barang
Pengangkutan Adalah proses pemindahan barang dari pengiriman ke tempat tujuan.
– Pengirim
– Jasa angkut
– Penerima
Apa hubungan antara penerima dan pengirim? Adanya perjanjian sebagai UU. Akibat yang kemudian ditimbulkan adalah hak dan kewajiban.
Hak pengangkut: berhak mendapatkan upah
Kewajiban pengangkut: mengangkut barang dengan selamat.
ADA BEBERAPA KEUNTUNGAN/FUNGSI PENGANGKUTAN:
1. mengirimkan barang agar sampai ke tempat tujuan
2. menambah nilai barang /meratakan jumlah barang di semua daerah
3. bagi orang dalam pengangkutan orang, fungsi pengangkutan adalah untuk memeratakan tenaga kerja sebagai pekerja memperoleh peningkatan materi di kota lain.
4. dapat meningkatkan harga tanah karena sarana bagi pengangkutan itu, jadi kalau dibuat jalan harga tanah otomatis menjadi naik.

HUKUM PENGANGKUTAN DARAT, dapat dibagi menjadi 2:
1. angkutan darat yang berada di jalan
2. angkutan darat yang menggunakan rel (perkeretaapian).
DASAR HUKUM ANGKUTAN DARAT
 UU No. 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas. angkatan darat di jalan  dan angkutan jalan. UU ini bersifat umum, yang lebih rinci diatur dalam peraturan menteri/PP. diatur dalam Bab X dari pasal 137 ada peran serta pemerintah dalam pengadaan jalan, angkutan umum, terminal tapi peraturannya masih umum, perizinan, dll.
 UU No.23 Tahun 2007 tentang perkeretaapian  angkutan kereta api





PERUSAHAAN BONGKAR MUAT
Fungsinya menitipkan barang yang akan dikirim di tempat perusahaan itu (gudang/tempat penyimpanan) sebelum akhirnya mendapatkan giliran kapal untuk dimuat ke tempat tujuan.
Kewajibannya:
Menyimpan barang tersebut dengan utuh samapi barang itu dikirim.
(wajib menyimpan barang dan wajib mengembalikan barang).
Pasal 1706 dan 1714 KUHPerdata Buku II Bab 5A dan 5B.
Angkutan barang pasal 5A KUHD
Angkutan orang pasal 5B KUHD.
Diatur dalam KUHD
Pengangkut dapat menahan barang-barang yang mereka kirimkan sampai kedua belah pihak melaksanakan kewajibannya.

Jika barang rusak pada saat pengiriman yang bertanggung jawab adalah pengangkut. Hal ini dikecualikan oleh keadaan overmacht, maka pengangkut lepas dari tanggungjawab akibat kelaliannya (pasal 468 KUHD).
OVERMACHT : dalam arti keadaan/kejadian tak bisa dihindari oleh si pengangkut. Misalnya bencana alam, perampokan.
Pasal 1 angka 3 UU No. 22 Tahun 2009 disebutkan pengertian angkutan.
Angkutan adalah perpindahan orang dan/ barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan di ruang lalu lintas jalan.
Pasal 1 angka 7 UU No.22 Tahun 2009
Kendaraan: suatu sarana angkut di jalan yang terdiri atas kendaraan bermotor dan kendaraan tak bermotor. Contoh: sepeda dan dokar termasuk pengangktuan yang tak bermesin.

APAKAH MATERAI TERMASUK SAHNYA SUATU PERJANJIAN?
Tidak. Karena materai ada yang harus dicantumkan materai ada yang tidak diharuskan di dalam suatu perjanjian. Contoh: perusahaan bongkar muat harus ada materai untuk dikenakan biaya materai/pajak.


KECAKAPAN UNTUK PENGANGKUTAN
Kecakapan untuk mengadakan perjanjian dalam BW adalah wanita berusia 21 tahun.
17 tahun untuk SIM A
20 tahun untuk SIM B (terdapat pada UU No. 22 Tahun 2009).



AZAS-AZAS LALU LINTAS JALAN
Pasal 2 UU No. 22 Tahun 2009
Huruf a : asas transparan
Huruf b : asas akuntable
Huruf c : asas berkelanjutan
Huruf d : asas partisipasi
Huruf e : asas bermanfaat
Huruf f : asas efisien dan efektif
Huruf g : asas seimbang
Huruf h : asas terpadu
Huruf i : asas mandiri.
Penjelasan pasal 2 diberikan pengertian pengertian mengenai asas ini.
a. keterbukaan dalam penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan kepada masyarakat luas dalam memperoleh informasi lintas.yang benar, jelas dan jujur, sehingga masyarakat punya kesempatan berpartisipasi bagi perkembangan lalu lintas.
b. dapat dipertanggungjawabkan dalam penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan.
c. penjaminan kualitas fungsi lingkungan mealui peraturan persyaratan teknis, layak kendaraan dan rencana umum pembangunan serta pengembangan jaringan lalu lintas dan angkutan jalan.
d. pengaturan, peran serta masyarakat dalam proses penyusunan kebijakan, penanganan kecelakaan dan pelaporan atas peristiwa yang terkait dengan lalu lintas dan angkutan jalan.

e. semua kegiatan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan yang dapat memberikan nilai tambah sebesar-besarnya dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
f. pelayanan dalam penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan yang dilakukan oleh setiap Pembina pada jenjang pemerintahan secara berdaya guna dan berhasil guna.
g. penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan yang harus dilaksanakan atas dasar keseimbangan antara sarana dan prasarana serta pemenuhan hak dan kewajiban pengguna jasa dan penyelenggara.
h. penyelenggaraan pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan yang dilakukan dengan mengutamakan keserasian dan kesalingtergantungan, kewenangan dan tanggungjawab antar instansi Pembina.
i. upaya penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan melalui pengembangan dan pemberdayaan sumber daya nasional.

BEBERAPA ASAS (PRINSIP-PRINSIP YANG MEMPENGARUHI KEABSAHAN PENGANGKUTAN) DALAM PELAKSANAANNYA DALAM HUKUM PENGANGKUTAN:
1.      . perjanjian pengangkutan bersifat konsensuil artinya kesepakatan (tidak diperlkukan adanya perjanjian tertulis, asal mereka sepakat, itu sudah sah untuk dilaksanakan memerlukan rasa saling percaya antara para pihak).
2.       asaas koordinatif artinya para pihak yang terlibat dalam pengangkutan itu mempunyai kedudukan yang sejajar/setara.
3.      hukum pengangkutan merupakan campuran dari 3 jenis perjanjian yaitu:
a. perjanjian pemberian kuasa
b. perjanjian penyimpanan barang
c. perjanjian melakukan perbuatan
4.      pengiriman barang oleh pengangkut.
5.      pengangkutan itu dapat dibuktikan dengan dokumen. Dokumen tersebut berupa perjanjian pengangkutan yang tertulis antara para pihak yang terlibat dalam pengSIFAT-SIFAT PERJANJIAN PENGANGKUTAN
Secara umum sama dnegan perjanjian lainnya, yaitu:
1.      timbale balik dalam arti para pihak dalam melakukan perjanjian menimbulkan hak dan kewajibannya masing-masing.
2.      berupa perjanjian berkala seperti merupakan perjanjian yang menggunakna jasa pengirim secara berkala di masyarakat diistilahkan dengan “borongan”.
3.      perjanjian sewa menyewa, yang disewa adalah alat angkut/kendaraan untuk mengangkut barang disewa oleh pihak pengirim untuk mengirim sendiri ke pihak penerima. Obyek sewa menyewa adalah alat angkutnya.

PRINSIP-PRINSIP TANGGUNGJAWAB PENGANGKUT
1.      tanggungjawab praduga tak bersalah. Prinsip ini intinya bahwa si pengangkut selalu dianggap bersalah apabila hal-hal yang tidak diinginkan kecuali dalam hal si pengangkut dapat membuktikan bahwa ia tidak bersalah (pasal 468 ayat 2 KUHD).

2.      tanggungjawab atas dasar kesalahan (kebalikan praduga tak bersalah). Intinya bahwa yang dirugikanlah yang seharusnya membuktikan bahwa si pengangkut bersalah baik pengirim maupun penerima (pasal 1365 KUHPerdata).
3.       tanggungjawab pengangkut mutlak
Sesuai dengan istilahnya, pengangkut bertanggungjawab mutlak atas kesalahan-kesalahan yang menimbulkan kerugian bagi pihak-pihak yang mengadakan perjanjian dalam pengangkutan. (bisa diterapkan tanpa pembuktian). Tanggungjawab ini bisa dialihkan ke perusahaan asuransi, pengangkut wajib mendaftarkan apa yang diangkutnya ke pihak asuransi agar jika terjadi kesalahan, tanggungjawab bisa dialihkan ke perusahaan asuransi.
Dalam pasal 2 UU No. 22 Tahun 2009
Ada istilah “Pembina” yaitu pemerintah melalui instansi-instansi terkait. Penyelenggaraan angkutan baik melalui darat, laut, udara diselenggarakan pemerintah melalui instansi yang terkait.


ANGKUTAN PENUMPANG
Kewajiban dari pengangkut terhadap angkutan penumpang adalah membawa penumpang ke tempat tujuan dalam keadaan selamat.
Pengangkut akan dibebaskan dari tanggungjawabnya apabila dalam keadaan overmacht, overmacht disini yaitu:
a. kejadian-kejadian yang di luar perkiraan pengangkut/ di luar kemampuan pengangkut sehingga terjadi hal-hal yang tidak diinginkan oleh penumpang.
b. overmacht termasuk tindakan /kejadian yang dilakukan oelh penumpang itu sendiri.
c. overmacht: sarana jalan/jembatan yang tidak layak untuk digunakan.

IZIN USAHA PENGANGKUT
Diberlakukan bagi perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang bisnis pengangkutan.
1. memiliki NPWP
2. memiliki akta pendirian perusahaan/akta pendirian koperasi.
3. memiliki keterangan domisili perusahaan
4. memiliki surat izin temapt usaha
5. pernyataan kesanggupan untuk menyelenggarakan usahanya secara berkala baik itu dalam hal penyediaan maupun perawatan dari alat angkut-angkut tersebut, serta kesanggupan menyediakan fasilitas penyimpanan kendaraan. Pernyataan kesanggupan untuk memiliki alat angkut tersebut.
IZIN USAHA dapat dikeluarkan oleh bupati, walikota madya dan gubernur. Sedangkan IZIN BAGI BADAN USAHA yang berbentuk koperasi diberikan oleh Dirjen Perhubungan Darat.
ASURANSI
Terdapat 4 hal yang wajib diasuransikan oleh pengangkut:
1. asuransi terhadap kendaraannya
2. asuransi terhadap kerugian yang diderita oleh pihak ketiga
3. asuransi terhadap awak kendaraan
4. asuransi terhadap tanggungjawab pengangkut.


SURAT PENGANGKUTAN
Pasal 90 KUHD, mengatur bahwa surat pengangkutan merupakan persetujuan antara si pengirim dengan penerima mengenai waktu dalam mana pengangkutan telah harus selesai dikerjakan dan mengenai penggantian rugi dalamn hal kelambatan yagn mana hal tersebut telah disetujui bersama.



ISI SURAT PENGANGKUTAN
1. barang muatan
2. nama, jumlah, berat, ukuran, merk dari barang yang diangkut
3. alamat dan nama pengirim
4. nama dan tempat kediaman pengangkut
5. uang atau upah angkutan
6. tanggal dibuatnya surat muatan/surat angkutan
7. tanda tangan pengirim.
Dari pasal 90 KUHD apakah surat angkutan merupakan bukti dari sebuah perjanjian?
Surat angkutan mungkint idak merupakan bukti telah erjadinya perjanjian antra pengirim dan penerima alasannya: karena surat angkutan belum mencerminkan kesepakatan karena hanya terdapat tanda tangan dari pengirim, pengangkut sedangkantanda tangan penerima belum dibubuhi.
Setelah barang itu sampai, kemudian ditandatangani si penerima, barulah surat itu bisa dijadikan bukti adanya perjanjian bahwa telah diselesaikan oleh si pengangkut (sesuai dengan pesanan, tak ada yang cacat setelah pengecekan).
Apakah surat angkutan ini secara otomatis mengikat si pengangkut untuk melaksanakan tugasnya dalam proses pengangkutan?
Surat angkutan tidak mutlak mengikat, setelah ditandatangani pengangkut barulah surat itu mengikat, barulah ia berkewajiban untuk melaksanakan tugas-tugasnya mengangkut barang ke penerima.










SYARAT-SYARAT PENYERAHAN:
1. syarat FOB (Free on Board)
Bebas di kapal bahwa penjual wajib mengantarkan barang melewati pagar kapal sampai di geladak kapal sedangkan pembeli menerima pengesahan barang di geladak kapal setelah kapal itu menyeberang. Prinsipnya: tanggungjawab pengirim hanya sampai di geladak kapal, sedangkan tanggungjawab pengangkut beralih saat barang diterima di geladak kapal.
2. syarat CFR (Cost And Freight)
Artinya ongkos dan biaya pengangkutan. Pada syarat ini penjual wajib mengantarkan barang sampai di pelabuhan tujuan.
Prinsipnya: tanggungjawab pengirim sampai di pelabuhan tujuan (lebih panjang dari FOB)
3. syarat CIF (Cost, Insurance, Freight)
Pada syarat ini penjual wajib mengantarkan barang sampai di pelabuhan tujuan. Disini penjual berkewajiban membayar ongkos serta biaya-biaya pengangkutan dan juga berkewajiban membayar premi asuransi. Tanggungjawab dari penjual berakhir ketika barang berada di geladak kapal.

Kasus:
Koko pengusaha jeruk yang setiap harinya mengirim jeruk ke Andi. Dan Andi adalah pengusaha yang menyuplai jeruk-jeruk ke pasar dan supermarket yang berada di Denpasar. Suatu ketika pada saat Koko mengirim jeruknya ke Andi. Ia mengalami kecelakaan di perjalanan, dia menabrak seorang pejalan kaki yagn tiba-tiba menyeberang. Karena harus berurusan dengan kasus itu, si Koko terlambat mengantarkan jeruk ke Andi. Dari jam 3 pagi, tapi sampai jam 2 siang. Karena keterlambatan ini ada beberapa jeruk yang tidak segar lagi/rusak sehingga supermarket tak mau menerimanya. Kemudian disini ada satu pihak lagi yaitu Heny, pemilik supermarket istana buah. Selain menolak kiriman Andi, ia juga menuntut ganti kerugian. Dia juga tidak mau membayar jasa angkutan dan dia menuntut keuntungan seandainya buah itu tidak terlambat dikirim oleh si Andi.
Dasar hukum pasal 91 dan 92 KUHD.



3.3           Perjanjian Pengangkutan Barang
Sebelum membahas tentang perjanjian pada pengangkutan pada umumnya , terlebih dahulu akan dikemukan tentang pengertian mengenai Hukum Pengangkutan . Definisi Hukum Pengangjkutan tidak dijumpai dalam perundang undangan kita , Melainkan dapat dijumpaidari hasil pemikiran para Sarjana Hukum.
            Soekardono menyatakan, bahwa hokum pengangkutan adalah seluruh peraturan-peraturan didalam dan diluar kodifikasi (KUHPdt dan KUHD) yang berdasarkan atas dan bertujuan untuk mengatur hubungan-hubungan hokum yang terbit karena perpindahan barang-barang dan atau orang dari satu tempat ke tempat yang lain untuk memenuhi perikatan-perikatan yang lahir dari perjanjian untuk mendapatkan pengangkutan melalui perantaraan,
            Jadi berdasarkan definisi tersebut dapat diketahui bahwa hubungan antara hokum pengangkutan dengan perjanjian pengangkutan adalah erat sekali, dimana hukum  pengangkutan ada untuk memenuhi dan mengatur perikatan-perikatan yang lahir dari perjanjian tersebut.Bisa dikatakan bahwa terjadinya pengangkutan itu karena adanya perjanjian . Pengangkutan atau dengan kata lain pengangkutan bersumber pada perjanjian pengangkutan.
            Secara umum tidak ada definisi tentang perjanjian pengangkutan, definisi tentang perjanjian pengangkutan , definisi tentang perjanjian pengangkutan yang ada hanya merupakan pendapat para sarjana saja. Sebagai imbangan disini akan diberikan pendapat pendapat tersebut antara lain sebagai berikut :
a.       Menurut Soekardono, perjanjian pengangkutan adalah sebuah perjanjian timbale balik, dimana pihak pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang atau orang ke tempat tujuan tertentu, sedangkan pihak lain nya berkeharusan untuk menunaikan pembayaran biaya tertentu untuk pengangkutan tersebut.
b.      Menurut Subekti , perjanjian pengangkutan adalah suatu perjanjian dimana satu pihak menyanggupi untuk dengan aman membawa orang atau barang dari satu tempat ke tempat lain tempat, sedangkan pihak yang lain nya menyanggupi akan membayar ongkosnya.


Akhirnya dapat dikatakan bahwa perjanjian pengangkutanadalah perjanjian timbale balik antara pihak pengangkut yang berjanji menyelenggarakan pengangkutan barang dan atau orang dengan aman dengan sarana angkut tertentu, sedangkan pihak pengirim atau penumpang berjanji untuk membayar harga angkutan.
Memperhatikan definisi tersebut terkandung didalamnya bahwa perjanjian pengangkutan meliputi perjanjian antara pengangkut, pengirim, dan atau penumpang . Jadi pihak –pihak dalam perjanjian pengangkutan adalah pengangkut dan pengirim untuk angkutan barang, penumpang dan pengangkut untuk angkutan penumpang.

3.4              Mulai Berlakunya Perjanjian Pengangkutan Barang
Menurut asas Konsensualitas, suatu perjanjian lahir pada saat terjadinya kata sepakat antara kedua belah pihak yaitu pihak pengangkut dengan pihak pengirim barang yang mengenai hal hal yang pokok yaitu obyek perjanjian nya atau yang diperjanjiakan nya. Sepakat yang diperlukan untuk melahirkan suatu perjanjian tersebut dianggap tercapai apabila adanya suatu penawaran atau pernyataan, maka dikeluarkanlah angkutan yang akan dipergunakan utnuk mengangkut barang tersebut, dalam waktu yang  telah ditentukan apabila pihk pengangkut atau ekspeditur belum berhasil menyelesaikan harus bertanggung jawab atas keterlambatan tersebut. Dan dalam perjanjian tersebut tidak dapat ditarik kembali jika tidak seijin pihak pengangkut ini adalah sangat penting untuk diketahui dan ditetapkan , berhubungan ada kalanya terjadi suatu perubahan perundang –undangan atau peraturan yang dapat mempengaruhi nasib perjanjian tersebut, misalnya dalam pelaksanaan nya.
Di dalam lahirnya surat perjanjian pengangkutan ini selain adanya persetujuan kedua belah pihak yaitu antara pengangkut dengan pengirim barang perlu juga adanya surat angkutan sebagai surat bukti atau merupakan syarat yang tertulis dalam perjanjian pengangkutan tersebut.






3.5           Wanprestasi Dalam Perjanjian Pengangkutan Barang
Perjanjian pengangkutan dalam pengangkutan barang maupun penumpang antara pengangkut dengan pemakai jasa pengangkutan dapat disebutkan empat syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, yaitu :
1. Adanya kesepakatan antara para pihak.
2. Adanya kecakapan unutk membuat sebuah perjanjian.
3. Suatu hal tertentu.
4. Suatu sebab yang halal.
Syarat yang pertama dan kedua adalah syarat yang menyangkut subyeknya, sehingga disebut syarat subyektif, yaitu syarat yang harus dipenuhi oleh subyek perjanjian (sepakat dan cakap) seperti disebutkan dalam Pasal 1330 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, tak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah orang-orang yang belum dewasa, mereka yang ditaruh di bawah pengampuan.
Undang Undang telah melarang membuat perjanjian terhadap dua syarat terakhir mengenai obyeknya atau syarat obyektif, yaitu syarat yang harus dipenuhi oleh subyek perjanjian (hal tertentu dan sebab yang halal) sesuai dengan Pasal 1332 Kitab Undang Undang Hukum Perdata menyebutkan hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja dapat menjadi pokok suatu perjanjian.
Kitab Undang Undang Hukum Perdata Menurut Pasal 1338 ayat (1) menjelaskan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang Undang bagi mereka yang membuatnya.
Perjanjian tidak dapat ditarik kembali, selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh Undang Undang dinyatakan cukup untuk itu dan suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.
Perjanjian kedua belah pihak adalah sah dan para pihak wajib melaksanakan hak dan kewajibannya, apabila syarat sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1320 Kitab Undang Undang Hukum Perdata terpenuhi dan apabila persyaratan sebagaimana disebutkan angka 1 dan 2 tidak dapat dipenuhi oleh penumpang, maka perjanjian dapat dibatalkan dan apabila tidak terpenuhinya syarat angka 3 dan 4 maka perjanjian batal demi hukum.
Pihak dalam perjanjian yang mana salah satunya melakukan wanprestasi (melalaikan kewajiban) maka pihak lain yang dalam hal ini adalah pihak yang merasa dirugikan berhak mengajukan gugatan pembatalan perjanjian atas kelalaian pihak yang melalaikan kewajibannya.
Menurut sistem hukum yang berlaku di indonesia dewasa ini, untuk mengadakan perjanjian pengangkutan barang-barang atau penumpang tidak disyaratkan harus secara tertulis, sesuai dengan empat syarat yang disebutkan diatas. Jadi, cukup diwujudkan dengan persetujuan kehendak secara lisan saja maka dapat disimpulkan bahwa perjanjian pengangkutan itu bersifat konsensual (Utari 1994:12-13).

Asas-Asas Hukum Perjanjian Pengangkutan
Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang Undang Hukum Perdata menyebutkan semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang Undang bagi mereka yang membuatnya, sehingga dengan asas itu hukum perjanjian menganut sistem terbuka, yang memberi kesempatan bagi semua pihak untuk membuat suatu perjanjian ketentuan di atas memberikan jaminan kepastian hukum bagi pihak-pihak yang mengadakan perjanjian.
Kitab Undang Undang Hukum Perdata Pasal 1338 ayat (3) telah memberikan suatu asas keadilan yaitu asas pelaksanaan perjanjian secara itikad baik jaminan keadilan itu juga dipedomani pada Pasal 1337 Kitab Undang Undang Hukum Perdata bahwa suatu perjanjian akan dapat dibatalkan jika bertentangan dengan Undang Undang Kesusilaan yang baik dan atau ketertiban umum.
Asas-asas hukum perjanjian meliputi :
1. Asas kebebasan berkontrak
Setiap orang bebas menentukan isi dan syarat yang digunakan dalam suatu perjanjian yang diambil untuk mengadakan atau tidak mengadakan suatu perjanjian (Pasal 1338 Kitab Undang Undang Hukum Perdata).


2. Asas konsesualisme
Dengan adanya konsesual isme Kontrak dikatakan telah lahir jika telah ada kata sepakat atau persesuaian kehendak diantara para pihak yang membuat.
3. Asas pacta sunt servanda
Keseimbangan hak dan kewajiban antara kedua belah pihak seimbang, maka asas kepastian hukum ini dapat dicapai semua perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai Undang Undang bagi mereka yang membuatnya (Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang Undang Hukum Perdata) dan pihak ketiga wajib menghormati perjanjian yang dibuat oleh para pihak artinya tidak boleh mencampuri isi perjanjian.
4. Asas kepribadian
Pada umumnya tak seorang dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkan suatu janji dari pada untuk dirinya (Pasal 1315 Kitab Undang Undang Hukum Perdata) bila dibuat maka pihak ketiga tidak rugi dan mendapat manfaat karenanya. Pada dasarnya seseorang dapat minta ditetapkan dirinya sendiri kecuali Pasal 1317 Kitab Undang Undang Hukum Perdata yaitu janji untuk pihak ke-3 (ketiga).

3.6  Berakhirnya Suatu Perjanjian Pengangkutan
Di dalam KUH pdt pasal 1381, Secara umum diatur sepuluh macam cara berakhirnya atau hapusnya suatu perikatan. Cara-cara tersebut berlaku juga bagi berakhirnya perjanjian-perjanjian yang bersifat khusus, seperti perjanjian pengangkutan.
Cara-cara tersebut adalah :
1)      Pembayaran
2)      Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan
3)      Pembaharuan hutang
4)      Perjumpaan hutang atau konpensasi
5)      Percampuran hutang
6)      Pembebasan hutang
7)      Musnahnya barang yang terhutang
8)      Batal atau pembatalan
9)      Berlakunya suatu syarat batal dan
10)  Lewatnya waktu

Sepuluh cara tersebut diatas belum lengkap , karena masih ada cara yang tidak disebutkan yaitu berakhirnya suatu ketetapan waktu dalam suatu perjanjian atau meninggalnya salah satu pihak dalam beberapa macam perjanjian.


Dari Sepuluh   macam cara tersebut diatas yang terjadi dalam pengangkutan adalah sebagai berikut:
a)      Pembayaran
Dengan “ Pemabayaran” dimaksudkan setiap pemenuhan perjanjian secara suka rela , artinya tidak dengan paksaan.
Dalam pengangkutan , bahwa pihak pemilik barang diwajibkan untuk membayar sejumlah uang sebagai ongkos pengangkutan  dengan disertai penyerahan barang yang akan diangkut oleh pihak pengangkut. Selanjutnya pihak pengangkut akan memberikan surat bukti pengiriman barang dan pernyataan lunas untuk ongkos pengangkutan kepada pemilik barang.

b)      Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan. Ini adalah suatu cara pembayaran yang dilakukan untuk menolong si berhutang yaitu penerima dalam hal si penerima menolak pembayaran ongkos pengangkutan dibayar lunas oleh pengirim.

c)      Pembaharuan hutang atau Novasi
Menurut pasal 1413 KUHPdt ada tiga jalan untuk melaksanakan suatu pembaharuan hutang atau novasi yaitu :
(1)            Apabila seorang yang berhutang membuat suatu perikatan utang baru guna orang yang menghutangkan nya , yang menggantikan utang yang lama dihapuskan karenanya. Dalam pengangkutan yang terjadi adalah bila pengirim barang di dalam mengepak atau membungkus barang diserahkan kepada petugas angkutan barang dengan menambah ongkos yang akan dibayar jadi satu bersama ongkos angkutan nya setelah samapi di tempat tujuan, tetapi sebelum barangdiangkut ternyata masih ada barang yang ketinggalan, maka dengan adanya kejadian tersebut pengirim membayar biaya pembungkusan yang pertama bersama membayar ongkos pengangkutan yang pertama bersama membayar ongkos pengangkutan kemudian barang diserahkan lagi kepada pengakut untuk dibongkar dan dibungkus lagi,. Dan untuk pembayaran pembungkusan tersebut pemilik barang berjanji untuk membayar setelah barang sampai di tempat tujuan.
(2)            Apabila seorang berhutang baru ditunjuk untuk menggantikan orang berhutang lama dibebaskan dari perikatan nya. Dalam pengangkutan misalnya pengirim tidak bias membayar ongkos angkutan , kemudian antara pengirim dan pengangkut mengadakan kesepakatan bahwa ongkos angkutan dibayar oleh penerima barang, sehingga pengirim terbebas dari pembayaran ongkos angkutan.
(3)            Apabila sebagai akibat dari sutu perjanjian baru, seorang kreditur baru ditunjuk untuk menggantikan kreditur lama , terhadap si berhutang dibebaskan dari perikatan nya. Dalam pengangkutan misalnya pengirim barang sudah membayar ongkos angkutan tetapi pada waktu mau berangkat alat angkutan nya mengalami kerusakan dan memerlukan perbaikan beberapa hari, maka barang angkutan tersebut dialihkan pada alat angkut berikutnya, sehingga terjadilah perjanjian baru abtara pengirim barang dengan pengangkut baru tersebut. Dari pengalihan ini dialihkan juga ongkos angkut kepada pengakut yang baru sehingga pengirim tidak dipungut ongkos angkutan lagi.
d)     Perjumpaan hutang atau Konpensasi
Ini adalah suatu cara penghapusan hutang dengan jalan memperjumpakan atau memperhitungkan hutang piutang secara timbal balik antara kreditur dan debitur . Dalam pengangkutan misalnya, pengirim barang telah mengadakan kesepakatan dengan pengangkut untuk membayar ongkos angkutan setelah sampai di tempat tujuan, tetapi ternyata dalam pengangkutan tersebut kerusakan barang disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian pihak pengangkut, sehingga pengangkut harus bertanggung jawab untuk mengganti kerugian atas rusaknya barang tersebut, dengan ditetapkan bahwa harga kerusakan barang seimbang dengan harga ongkos penggangkutan dengan pengirim barang mengadakan kesepakatan untuk saling membebaskan antara kewajiban untuk membayar ongkos pengakutan dengan mengganti kerugian atas rusaknya barang.
e)      Pembebasan Hutan,  yaitu suatu perjanjian baru dimana si berpiutang dengan suka rela membebaskan si berhutang di dalam membayar hutang atau pemenuhan perjanjian, sehingga hubungan hutang piutang hapus. Dalam pengangkutan barang hal ini terjadi bila pengankut membebaskan ongkos angkutan barang pengitim atau penumpang tetapi pembebasan ini tidak dapat dipindahtangankan pada pihak lain.
f)       Musnahny barang yang terhutang, yaitu apabila barang yang telah diperjanjikan musnah, tidak dapat lagi diperdagangkan, atau hilang sehingga perikatan tersebut menjadi hapus asal musnah atau hilangnya barang tersebut di luar kesalahan si berhutang dan sebelum lalai menyerahkan nya.
Demikian juga dalam pengangkutan , musnah atau hilangnya barang angkutan diluar kesalahan atau kekuasaan pihak pengangkut atau sebelum ia lalai menyerahkan barang itu, maka perikatan menjadi hapus.

g)      Batal atau pembatalan , yaitu bila perjanjian dibuat oleh orang yang tidak cakap, dengan cara paksa, kekhilafan, penipuan, bertentangan dengan ketrtiban umum, bertentangan dengan undang-undang dan kesusilaan. Dalam pengangkutan pembatalan terjadi bila pihak pengirim barang menarik kembali perjanjian pengangkutan atas barang yang akan diangkut oleh pihak pengangkut, atas kesepakatan kedua belah pihak , pengirim dan pengangkut karena perjanjian dibuat dengan cara menyimpang
h)      Berlakunya sutau syarat batal, yaitu suatu perjanjian yang basibnya tergantung pada suatu peristiwa yang akan datang dan masih belum tentu terjadi atau perikatan yang sudah dilahirkan justru akan berakhir bila peristiwa yang dimaksud tersebut itu terjadi. Dalam pengangkutan barang  , dengan adanya penyerahan barang yang diangkutoleh pengakut kepada penerima barang yang harus disetai dengan membawa surat angkutan, sehingga berakhirlah perjanjian pengakutan tersebut.
i)        Lewatnya waktu atau daluwarsa , dalam pasal 1946 KUHPerdata, disebutkan suatu upaya utnuk dibebaskan suatu perikatan dengan lewat waktu tertentu dan syarat-syarat yang ditentukan undang-undang , sedangkan pasal 1968 KUHPerdata disebutkan tentang tuntukan balik yang bersifat kebendaan maupun perorangan tersebut karena adanya daluwarsa dengan lewat waktu tiga puluh tahun. Dalam pengangkutan diberikan juga jangka waktu pengambilan barang oleh penerima atau wakilnya dan jika telah lewat waktu pengambilan barang belum atau tidak diambil maka barang tidak bisa diambil dan dianggap hilang sehingga berakhirlah perjanjian pengangkutan tersebut.
              

Ketentuan tentang berakhirnya suatu perjanjian ini bertujuan untuk membantu kedua belah pihak, pengirim atau pengakut, dalam masalah berakhirnya stuatu perjanjian pengngkutan dan untuk menjaga hak dan kewajiban kedua belah pihak.




D.    KONTRAK PENGANGKUTAN BARANG KERETA API
Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat kami jelaskan bahwa Perjanjian Angkutan Barang Kiriman Hantaran antara PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) dengan PT. X yang dilakukan secara tertulis menurut kami sudah sah menurut hukum yang berlaku. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, bahwa suatu perjanjian dinyatakan sah apabila telah memenuhi 4 (empat) syarat komulatif. Keempat syarat untuk sahnya perjanjian tersebut antara lain :
  1. Sepakat diantara mereka yang mengikatkan diri. Artinya para pihak yang membuat perjanjian telah sepakat atau setuju mengenai hal-hal pokok atau materi yang diperjanjikan. Dan kesepakatan itu dianggap tidak ada apabila diberikan karena kekeliruan, kekhilafan, paksaan ataupun penipuan.
  2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan. Arti kata kecakapan yang dimaksud dalam hal ini adalah bahwa para pihak telah dinyatakan dewasa oleh hukum, yakni sesuai dengan ketentuan KUHPerdata, mereka yang telah berusia 21 tahun, sudah atau pernah menikah. Cakap juga berarti orang yang sudah dewasa, sehat akal pikiran, dan tidak dilarang oleh suatu peraturan perundang-undangan untuk melakukan suatu perbuatan tertentu. Dan orang-orang yang dianggap tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum yaitu : orang-orang yang belum dewasa, menurut Pasal 1330 KUHPerdata jo. Pasal 47 UU Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan; orang-orang yang ditaruh dibawah pengampuan, menurut Pasal 1330 jo. Pasal 433 KUHPerdata; serta orang-orang yang dilarang oleh undang-undang untuk melakukan perbuatan hukum tertentu seperti orang yang telah dinyatakan pailit oleh pengadilan.
  3. Suatu Hal Tertentu. Artinya, dalam membuat perjanjian, apa yang diperjanjikan harus jelas sehingga hak dan kewajiban para pihak bisa ditetapkan.
  4. Suatu Sebab Yang Halal. Artinya, suatu perjanjian harus berdasarkan sebab yang halal yang tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 1337 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yaitu : tidak bertentangan dengan ketertiban umum; tidak bertentangan dengan kesusilaan; dan tidak bertentangan dengan undang-undang.
Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, syarat kesatu dan kedua dinamakan syarat subjektif, karena berbicara mengenai subjek yang mengadakan perjanjian, sedangkan ketiga dan keempat dinamakan syarat objektif, karena berbicara mengenai objek yang diperjanjikan dalam sebuah perjanjian. Dalam perjanjian bilamana syarat-syarat subjektif tidak terpenuhi maka perjanjiannya dapat dibatalkan oleh hakim atas permintaan pihak yang tidak cakap atau yang memberikan kesepakatan secara tidak bebas. Selama tidak dibatalkan, perjanjian tersebut tetap mengikat. Sedangkan, bilamana syarat-syarat objektif yang tidak dipenuhi maka perjanjiannya batal demi hukum. Artinya batal demi hukum 15 bahwa, dari semula dianggap tidak pernah ada perjanjian sehingga tidak ada dasar untuk saling menuntut di pengadilan.



 



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Bentuk Perjanjian Angkutan Barang Kiriman Hantaran antara PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) dengan PT. X dibuat secara tertulis yang berisi tentang nama-nama para pihak dalam perjanjian, perjanjian tersebut juga memuat klausul-klausul yang dijabarkan dalam pasal-pasal, antara lain mengatur tentang definisi, maksud dan tujuan, ruang lingkup pekerjaan, masa berlaku, tarif dan biaya angkutan, pajak dan biaya lainnya, cara pembayaran biaya angkutan dan biaya lainnya, pernyataan dan jaminan, hak dan kewajiban para pihak, larangan, pengawalan, pengaturan muatan, denda dan sanksi, ganti rugi, penambahan kereta bagasi atau gerbong, berakhirnya perjanjian, force majeure, penundaan pelaksanaan perjanjian, hukum yang berlaku dan penyelesaian perselisihan, keterpisahan, kerahasiaan, klaim dan pengawasan, korespondensi, dokumen perjanjian, dan lain-lain.
Kendala yang timbul dalam pelaksanaan Perjanjian Angkutan Barang Kiriman Hantaran di PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) adalah apabila timbangan Kereta Api Elektronik milik PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) rusak atau belum ditera dan terjadinya force majeure. Upaya penyelesaian perselisihan bila terjadi sengketa dalam pelaksanaan Perjanjian Angkutan Barang Kiriman Hantaran ini diselesaikan dengan musyawarah sesuai dengan asas yang dianut dalam Perjanjian Angkutan Barang Kiriman Hantaran. Apabila upaya yang dilakukan tidak berhasil diselesaikan, maka kedua belah pihak sepakat untuk menempuh jalur hukum dengan domisili hukum yang tetap dan tidak berubah yaitu pada Pengadilan Negeri Bandung sesuai dengan yang tercantum pada klausula kontrak kerjasama sponsorship.
Tanggung jawab hukum dari pihak PT. X jika terjadi wanprestasi yaitu dengan membayar ganti rugi atas biaya jasa pengangkutan barang kepada PT KERETA API INDONESIA (PERSERO), selaku pihak pengangkut.



Daftar Pusataka

Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Darat, Laut, Udara, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991
Abdurrachman, Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdaganagn, Inggris-Indonesia, Pradnya paramita, Jakarta , 1982
H.M.N Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Jilid III, Djambatan, Jakarta 1991.

Abdulkadir Muhammad, Op.Cit