|
UNDAN UNDANG NO 23 TAHUN 2007 KERETA API |
Undang-undang Perkeretaapian Tahun 2007
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 23 TAHUN 2007
TENTANG
PERKERETAAPIAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
- bahwa
transportasi mempunyai peranan penting dalam mendukung pertumbuhan
ekonomi, pengembangan wilayah dan pemersatu wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia dalam rangka mewujudkan Wawasan Nusantara, serta
memperkukuh ketahanan nasional dalam usaha mencapai tujuan nasional
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
- bahwa
perkeretaapian sebagai salah satu moda transportasi dalam sistem
transportasi nasional yang mempunyai karakteristik pengangkutan secara
massal dan keunggulan tersendiri, yang tidak dapat dipisahkan dari moda transportasi
lain, perlu dikembangkan potensinya dan ditingkatkan peranannya sebagai
penghubung wilayah, baik nasional maupun internasional, untuk menunjang,
mendorong, dan menggerakkan pembangunan nasional guna meningkatkan
kesejahteraan rakyat;
- bahwa
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3479) tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan perkembangan
hukum dalam masyarakat, perkembangan zaman, serta ilmu pengetahuan dan
teknologi;
- bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan
huruf c perlu dibentuk Undang-Undang tentang Perkeretaapian;
Mengingat : Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PERKERETAAPIAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
- Perkeretaapian
adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas prasarana, sarana, dan
sumber daya manusia, serta norma, kriteria, persyaratan, dan prosedur
untuk penyelenggaraan transportasi kereta api.
- Kereta
api adalah sarana perkeretaapian dengan tenaga gerak, baik berjalan
sendiri maupun dirangkaikan dengan sarana perkeretaapian lainnya, yang
akan ataupun sedang bergerak di jalan rel yang terkait dengan perjalanan
kereta api.
- Prasarana
perkeretaapian adalah jalur kereta api, stasiun kereta api, dan fasilitas
operasi kereta api agar kereta api dapat dioperasikan.
- Jalur
kereta api adalah jalur yang terdiri atas rangkaian petak jalan rel yang
meliputi ruang manfaat jalur kereta api, ruang milik jalur kereta api, dan
ruang pengawasan jalur kereta api, termasuk bagian atas dan bawahnya yang
diperuntukkan bagi lalu lintas kereta api.
- Jaringan
jalur kereta api adalah seluruh jalur kereta api yang terkait satu dengan
yang lain yang menghubungkan berbagai tempat sehingga merupakan satu
sistem.
- Jalur kereta
api khusus adalah jalur kereta api yang digunakan secara khusus oleh badan
usaha tertentu untuk menunjang kegiatan pokok badan usaha tersebut.
- Jalan rel
adalah satu kesatuan konstruksi yang terbuat dari baja, beton, atau
konstruksi lain yang terletak di permukaan, di bawah, dan di atas tanah
atau bergantung beserta perangkatnya yang mengarahkan jalannya kereta api.
- Fasilitas
operasi kereta api adalah segala fasilitas yang diperlukan agar kereta api
dapat dioperasikan.
- Sarana
perkeretaapian adalah kendaraan yang dapat bergerak di jalan rel.
- Badan
Usaha adalah Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, atau
badan hukum Indonesia yang khusus didirikan untuk perkeretaapian.
- Fasilitas
penunjang kereta api adalah segala sesuatu yang melengkapi
penyelenggaraan angkutan kereta api yang dapat memberikan kemudahan,
kenyamanan, dan keselamatan bagi pengguna jasa kereta api.
- Pengguna
jasa adalah setiap orang dan/atau badan hukum yang menggunakan jasa
angkutan kereta api, baik untuk angkutan orang maupun barang.
- Lalu
lintas kereta api adalah gerak sarana perkeretaapian di jalan rel.
- Angkutan
kereta api adalah kegiatan pemindahan orang dan/atau barang dari satu
tempat ke tempat lain dengan menggunakan kereta api.
- Awak
Sarana Perkeretaapian adalah orang yang ditugaskan di dalam kereta api
oleh Penyelenggara Sarana Perkeretaapian selama perjalanan kereta api.
- Penyelenggara
prasarana perkeretaapian adalah pihak yang menyelenggarakan prasarana
perkeretaapian.
- Penyelenggara
sarana perkeretaapian adalah badan usaha yang mengusahakan sarana
perkeretaapian umum.
- Setiap
orang adalah orang perseorangan atau korporasi.
- Pemerintah
Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik
Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
- Pemerintah
Daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai
unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
- Menteri
adalah Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang perkeretaapian.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Perkeretaapian sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari sistem transportasi
nasional diselenggarakan berdasarkan:
- asas
manfaat;
- asas
keadilan;
- asas
keseimbangan;
- asas
kepentingan umum;
- asas
keterpaduan;
- asas
kemandirian;
- asas
transparansi;
- asas
akuntabilitas; dan
- asas
berkelanjutan.
Pasal 3
Perkeretaapian diselenggarakan dengan tujuan untuk memperlancar perpindahan
orang dan/atau barang secara massal dengan selamat, aman, nyaman, cepat dan lancar,
tepat, tertib dan teratur, efisien, serta menunjang pemerataan, pertumbuhan,
stabilitas, pendorong, dan penggerak pembangunan nasional.
BAB III
TATANAN PERKERETAAPIAN
Pasal 4
Kereta api menurut jenisnya terdiri atas:
- kereta api
kecepatan normal;
- kereta api
kecepatan tinggi;
- kereta api
monorel;
- kereta api
motor induksi linear;
- kereta api
gerak udara;
- kereta api
levitasi magnetik;
- trem; dan
- kereta
gantung.
Pasal 5
- Perkeretaapian
menurut fungsinya terdiri atas:
- perkeretaapian
umum; dan
- perkeretaapian
khusus.
- Perkeretaapian
umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
- perkeretaapian
perkotaan; dan
- perkeretaapian
antarkota.
- Perkeretaapian
khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hanya digunakan secara
khusus oleh badan usaha tertentu untuk menunjang kegiatan pokok badan
usaha tersebut.
Pasal 6
- Tatanan
perkeretaapian umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a
meliputi:
- perkeretaapian
nasional;
- perkeretaapian
provinsi; dan
- perkeretaapian
kabupaten/kota.
- Tatanan
perkeretaapian umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan satu
kesatuan sistem perkeretaapian yang disebut tatanan perkeretaapian
nasional.
- Sistem
perkeretaapian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus terintegrasi
dengan moda transportasi lainnya.
Pasal 7
- Untuk
mewujudkan tatanan perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat
(1), ditetapkan rencana induk perkeretaapian.
- Rencana
induk perkeretaapian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
- rencana
induk perkeretaapian nasional;
- rencana
induk perkeretaapian provinsi; dan
- rencana
induk perkeretaapian kabupaten/kota.
Pasal 8
- Rencana
induk perkeretaapian nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2)
huruf a disusun dengan memperhatikan:
- rencana
tata ruang wilayah nasional; dan
- rencana
induk jaringan moda transportasi lainnya.
- Rencana
induk perkeretaapian nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun
dengan mempertimbangkan kebutuhan angkutan perkeretaapian pada tataran
transportasi nasional.
- Rencana
induk perkeretaapian nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sekurang-kurangnya memuat :
- arah
kebijakan dan peranan perkeretaapian nasional dalam keseluruhan moda
transportasi;
- prakiraan
perpindahan orang dan/atau barang menurut asal tujuan perjalanan;
- rencana
kebutuhan prasarana perkeretaapian nasional;
- rencana
kebutuhan sarana perkeretaapian nasional; dan
- rencana
kebutuhan sumber daya manusia.
Pasal 9
- Rencana
induk perkeretaapian provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2)
huruf b disusun dengan memperhatikan:
- rencana
tata ruang wilayah nasional;
- rencana
tata ruang wilayah provinsi;
- rencana
induk perkeretaapian nasional; dan
- rencana
induk jaringan moda transportasi lainnya pada tataran provinsi.
- Rencana
induk perkeretaapian provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun
dengan mempertimbangkan kebutuhan angkutan perkeretaapian pada tataran
transportasi provinsi.
- Rencana
induk perkeretaapian provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat:
- arah
kebijakan dan peranan perkeretaapian provinsi dalam keseluruhan moda transportasi;
- prakiraan
perpindahan orang dan/atau barang menurut asal tujuan perjalanan pada
tataran provinsi;
- rencana
kebutuhan prasarana perkeretaapian provinsi;
- rencana
kebutuhan sarana perkeretaapian provinsi; dan
- rencana
kebutuhan sumber daya manusia.
Pasal 10
- Rencana
induk perkeretaapian kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (2) huruf c disusun dengan memperhatikan:
- rencana
tata ruang wilayah nasional;
- rencana
tata ruang wilayah provinsi;
- rencana
tata ruang wilayah kabupaten dan rencana tata ruang wilayah kota;
- rencana
induk perkeretaapian provinsi; dan
- rencana
induk jaringan moda transportasi lainnya pada tataran kabupaten/kota.
- Rencana
induk perkeretaapian kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disusun dengan mempertimbangkan kebutuhan angkutan perkeretaapian pada
tataran transportasi kabupaten/kota.
- Rencana
induk perkeretaapian kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
sekurang-kurangnya memuat:
- arah
kebijakan dan peranan perkeretaapian kabupaten/kota dalam keseluruhan
moda transportasi;
- prakiraan
perpindahan orang dan/atau barang menurut asal tujuan perjalanan pada
tataran kabupaten/kota;
- rencana
kebutuhan prasarana perkeretaapian kabupaten/kota;
- rencana
kebutuhan sarana perkeretaapian kabupaten/kota; dan
- rencana
kebutuhan sumber daya manusia.
Pasal 11
Rencana induk perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2)
ditetapkan oleh:
- Pemerintah
untuk rencana induk perkeretaapian nasional;
- pemerintah
provinsi untuk rencana induk perkeretaapian provinsi; dan
- pemerintah
kabupaten/kota untuk rencana induk perkeretaapian kabupaten/kota.
Pasal 12
Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis kereta api dan penyusunan rencana induk
perkeretaapian diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB IV
PEMBINAAN
Pasal 13
- Perkeretaapian
dikuasai oleh Negara dan pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah.
- Pembinaan
perkeretaapian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
- pengaturan;
- pengendalian;
dan
- pengawasan.
- Arah
pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk memperlancar
perpindahan orang dan/atau barang secara massal dengan selamat, aman,
nyaman, cepat, tepat, tertib, dan teratur, serta efisien.
- Sasaran
pembinaan perkeretaapian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan
untuk menunjang pemerataan, pertumbuhan, stabilitas, pendorong, dan
penggerak pembangunan nasional.
Pasal 14
- Pembinaan
perkeretaapian nasional dilaksanakan oleh Pemerintah yang meliputi:
- penetapan
arah dan sasaran kebijakan pengembangan perkeretaapian nasional,
provinsi, dan kabupaten/kota;
- penetapan,
pedoman, standar, serta prosedur penyelenggaraan dan pengembangan
perkeretaapian;
- penetapan
kompetensi pejabat yang melaksanakan fungsi di bidang perkeretaapian;
- pemberian
arahan, bimbingan, pelatihan, dan bantuan teknis kepada Pemerintah
Daerah, penyelenggara dan pengguna jasa perkeretaapian; dan
- pengawasan
terhadap perwujudan pengembangan sistem perkeretaapian.
(2) Pembinaan perkeretaapian provinsi dilaksanakan oleh
pemerintah provinsi yang meliputi:
- penetapan
arah dan sasaran kebijakan pengembangan perkeretaapian provinsi, dan
kabupaten/kota;
- pemberian
arahan, bimbingan, pelatihan dan bantuan teknis kepada kabupaten/kota,
penyelenggara dan pengguna jasa perkeretaapian; dan
- pengawasan
terhadap penyelenggaraan perkeretaapian provinsi.
- Pembinaan
perkeretaapian kabupaten/kota dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota
yang meliputi:
- penetapan
arah dan sasaran kebijakan pengembangan perkeretaapian kabupaten/kota;
- pemberian
arahan, bimbingan, pelatihan, dan bantuan teknis kepada penyelenggara dan
pengguna jasa perkeretaapian; dan
- pengawasan
terhadap penyelenggaraan perkeretaapian kabupaten/kota.
Pasal 15
Dalam melakukan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, Pemerintah dan
Pemerintah Daerah harus mengintegrasikan perkeretaapian dengan moda
transportasi lainnya.
Pasal 16
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan perkeretaapian diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
BAB V
PENYELENGGARAAN
Pasal 17
- Penyelenggaraan
perkeretaapian umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a
berupa penyelenggaraan:
- prasarana
perkeretaapian; dan/atau
- sarana
perkeretaapian.
- Penyelenggaraan
perkeretaapian khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b
berupa penyelenggaraan:
- prasarana
perkeretaapian; dan
- sarana
perkeretapian.
Pasal 18
Penyelenggaraan prasarana perkeretaapian umum meliputi kegiatan :
- pembangunan
prasarana;
- pengoperasian
prasarana;
- perawatan
prasarana; dan
- pengusahaan
prasarana.
Pasal 19
Pembangunan prasarana perkeretaapian umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18
huruf a wajib:
- berpedoman
pada ketentuan rencana induk perkeretaapian; dan
- memenuhi
persyaratan teknis prasarana perkeretaapian.
Pasal 20
Pengoperasian prasarana perkeretaapian umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18
huruf b wajib memenuhi standar kelaikan operasi prasarana perkeretaapian.
Pasal 21
Perawatan prasarana perkeretaapian umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18
huruf c wajib:
- memenuhi
standar perawatan prasarana perkeretaapian; dan
- dilakukan
oleh tenaga yang memenuhi persyaratan dan kualifikasi keahlian di bidang
prasarana perkeretaapian.
Pasal 22
Pengusahaan prasarana perkeretaapian umum dilakukan berdasarkan norma, standar,
dan kriteria perkeretaapian.
Pasal 23
- Penyelenggaraan
prasarana perkeretaapian umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18
dilakukan oleh Badan Usaha sebagai penyelenggara, baik secara sendiri
sendiri maupun melalui kerja sama.
- Dalam
hal tidak ada Badan Usaha yang menyelenggarakan prasarana perkeretaapian
umum, Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat menyelenggarakan prasarana
perkeretaapian.
Pasal 24
- Badan
Usaha yang menyelenggarakan prasarana perkeretaapian umum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) wajib memiliki:
- izin
usaha;
- izin
pembangunan; dan
- izin
operasi.
- Izin
usaha penyelenggaraan prasarana perkeretaapian umum sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a diterbitkan oleh pemerintah.
- Izin
pembangunan prasarana perkeretaapian umum sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b diterbitkan setelah dipenuhinya persyaratan teknis prasarana
perkeretaapian.
- Izin
operasi prasarana perkeretaapian umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c diterbitkan setelah dipenuhinya persyaratan kelaikan operasi
prasarana perkeretaapian.
- Izin
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c diberikan oleh :
- Pemerintah
untuk penyelenggaraan prasarana perkeretaapian umum yang jaringan
jalurnya melintasi batas wilayah provinsi;
- pemerintah
provinsi untuk penyelenggaraan prasarana perkeretaapian umum yang
jaringan jalurnya melintasi batas wilayah kabupaten/kota dalam satu
provinsi setelah mendapat persetujuan dari Pemerintah; dan
- pemerintah
kabupaten/kota untuk penyelenggaraan perkeretaapian umum yang jaringan
jalurnya dalam wilayah kabupaten/kota setelah mendapat rekomendasi
pemerintah provinsi dan persetujuan Pemerintah.
Pasal 25
Penyelenggaraan sarana perkeretaapian umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17
ayat (1) huruf b meliputi kegiatan:
- pengadaan
sarana;
- pengoperasian
sarana;
- perawatan
sarana; dan
- pengusahaan
sarana.
Pasal 26
Pengadaan sarana perkeretaapian umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf
a harus memenuhi persyaratan teknis sarana perkeretaapian.
Pasal 27
Pengoperasian sarana perkeretaapian umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25
huruf b wajib memenuhi standar kelaikan operasi sarana perkeretaapian.
Pasal 28
Penyelenggara Sarana Perkeretaapian yang mengoperasikan sarana perkeretaapian
tidak memenuhi standar kelaikan operasi sarana perkeretaapian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27, dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis,
pembekuan izin, dan pencabutan izin operasi.
Pasal 29
Perawatan sarana perkeretaapian umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf
c wajib:
- memenuhi
standar perawatan sarana perkeretaapian; dan
- dilakukan
oleh tenaga yang memenuhi persyaratan dan kualifikasi keahlian di bidang
sarana perkeretaapian.
Pasal 30
Pengusahaan sarana perkeretaapian umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25
huruf d dilakukan berdasarkan norma, standar, dan kriteria sarana
perkeretaapian.
Pasal 31
- Penyelenggaraan
sarana perkeretaapian umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dilakukan
oleh Badan Usaha sebagai penyelenggara, baik secara sendiri-sendiri maupun
melalui kerja sama.
- Dalam
hal tidak ada badan usaha yang menyelenggarakan sarana perkeretaapian
umum, Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat menyelenggarakan sarana
perkeretaapian.
Pasal 32
- Badan
Usaha yang menyelenggarakan sarana perkeretaapian umum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25 wajib memiliki:
- izin
usaha; dan
- izin
operasi.
- Izin
usaha penyelenggara sarana perkeretaapian umum sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a diterbitkan oleh Pemerintah.
- Izin
operasi sarana perkeretaapian umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b diterbitkan oleh:
- Pemerintah
untuk pengoperasian sarana perkeretaapian umum yang jaringan jalurnya
melintasi batas wilayah provinsi dan batas wilayah negara;
- pemerintah
provinsi untuk pengoperasian sarana perkeretaapian umum yang jaringan
jalurnya melintasi batas wilayah kabupaten/kota dalam satu provinsi; dan
- pemerintah
kabupaten/kota untuk pengoperasian sarana perkeretaapian umum yang
jaringan jalurnya dalam wilayah kabupaten/kota.
Pasal 33
- Penyelenggaraan
perkeretaapian khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat(2)
dilakukan oleh badan usaha untuk menunjang kegiatan pokoknya.
- Badan
usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki:
- izin
pengadaan atau pembangunan; dan
- izin
operasi.
- Perkeretaapian
khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi persyaratan
teknis prasarana dan sarana perkeretaapian.
- Izin
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan oleh :
- Pemerintah
untuk penyelenggaraan perkeretaapian khusus yang jaringan jalurnya
melintasi batas wilayah provinsi dan batas wilayah negara;
- pemerintah
provinsi untuk penyelenggaraan perkeretaapian khusus yang jaringan
jalurnya melintasi batas wilayah kabupaten/kota dalam satu provinsi
setelah mendapat persetujuan dari Pemerintah; dan
- pemerintah
kabupaten/kota untuk penyelenggaraan perkeretaapian khusus yang jaringan
jalurnya dalam wilayah kabupaten/kota setelah mendapat rekomendasi
pemerintah provinsi dan persetujuan Pemerintah.
Pasal 34
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan perkeretaapian umum dan
penyelenggaraan perkeretaapian khusus diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI
PRASARANA PERKERETAAPIAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 35
- Prasarana
perkeretaapian umum dan perkeretaapian khusus meliputi :
- jalur
kereta api;
- stasiun
kereta api; dan
- fasilitas
operasi kereta api.
- Jalur
kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diperuntukkan bagi
pengoperasian kereta api.
- Stasiun
kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berfungsi sebagai
tempat kereta api berangkat atau berhenti untuk melayani:
- naik
turun penumpang;
- bongkar
muat barang; dan/atau
- keperluan
operasi kereta api.
- Fasilitas
operasi kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan
peralatan untuk pengoperasian perjalanan kereta api.
Bagian Kedua
Jalur Kereta Api
Pasal 36
Jalur kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf a meliputi:
- ruang
manfaat jalur kereta api;
- ruang
milik jalur kereta api; dan
- ruang
pengawasan jalur kereta api.
Pasal 37
- Ruang
manfaat jalur kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf a
terdiri atas jalan rel dan bidang tanah di kiri dan kanan jalan rel
beserta ruang di kiri, kanan, atas, dan bawah yang digunakan untuk
konstruksi jalan rel dan penempatan fasilitas operasi kereta api serta
bangunan pelengkap lainnya.
- Jalan
rel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berada:
- pada
permukaan tanah;
- di
bawah permukaan tanah; dan
- di
atas permukaan tanah.
Pasal 38
Ruang manfaat jalur kereta api diperuntukkan bagi pengoperasian kereta api dan
merupakan daerah yang tertutup untuk umum.
Pasal 39
- Batas
ruang manfaat jalur kereta api untuk jalan rel pada permukaan tanah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) huruf a diukur dari sisi
terluar jalan rel beserta bidang tanah di kiri dan kanannya yang digunakan
untuk konstruksi jalan rel termasuk bidang tanah untuk penempatan
fasilitas operasi kereta api dan bangunan pelengkap lainnya.
- Batas
ruang manfaat jalur kereta api untuk jalan rel pada permukaan tanah yang
masuk terowongan diukur dari sisi terluar konstruksi terowongan.
- Batas
ruang manfaat jalur kereta api untuk jalan rel pada permukaan tanah yang
berada di jembatan diukur dari sisi terluar konstruksi jembatan.
Pasal 40
Batas ruang manfaat jalur kereta api untuk jalan rel di bawah permukaan tanah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) huruf b diukur dari sisi terluar
konstruksi bangunan jalan rel di bawah permukaan tanah termasuk fasilitas
operasi kereta api.
Pasal 41
Batas ruang manfaat jalur kereta api untuk jalan rel di atas permukaan tanah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) huruf c diukur dari sisi terluar
dari konstruksi jalan rel atau sisi terluar yang digunakan untuk fasilitas
operasi kereta api.
Pasal 42
- Ruang
milik jalur kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf b adalah
bidang tanah di kiri dan di kanan ruang manfaat jalur kereta api yang
digunakan untuk pengamanan konstruksi jalan rel.
- Ruang
milik jalur kereta api di luar ruang manfaat jalur kereta api dapat digunakan
untuk keperluan lain atas izin dari pemilik jalur dengan ketentuan tidak
membahayakan konstruksi jalan rel dan fasilitas operasi kereta api.
Pasal 43
- Batas
ruang milik jalur kereta api untuk jalan rel yang terletak pada permukaan
tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) huruf a diukur dari
batas paling luar sisi kiri dan kanan ruang manfaat jalur kereta api.
- Batas
ruang milik jalur kereta api untuk jalan rel yang terletak di bawah
permukaan tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) huruf b
diukur dari batas paling luar sisi kiri dan kanan serta bagian bawah dan
atas ruang manfaat jalur kereta api.
- Batas
ruang milik jalur kereta api untuk jalan rel yang terletak di atas
permukaan tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) huruf c
diukur dari batas paling luar sisi kiri dan kanan ruang manfaat jalur
kereta api.
Pasal 44
Ruang pengawasan jalur kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf c
adalah bidang tanah atau bidang lain di kiri dan di kanan ruang milik jalur
kereta api untuk pengamanan dan kelancaran operasi kereta api.
Pasal 45
Batas ruang pengawasan jalur kereta api untuk jalan rel yang terletak pada
permukaan tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) huruf a diukur
dari batas paling luar sisi kiri dan kanan daerah milik jalan kereta api.
Pasal 46
- Tanah
yang terletak di ruang milik jalur kereta api dan ruang manfaat jalur
kereta api disertifikatkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
- Tanah di
ruang pengawasan jalur kereta api dapat dimanfaatkan untuk kegiatan lain
dengan ketentuan tidak membahayakan operasi kereta api.
Pasal 47
Penyelenggara prasarana perkeretaapian harus memasang tanda batas daerah
manfaat jalur kereta api.
Pasal 48
- Untuk
keperluan pengoperasian dan perawatan, jalur kereta api umum dikelompokkan
dalam beberapa kelas.
- Pengelompokan
kelas jalur kereta api umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan
pada:
- kecepatan
maksimum yang diizinkan;
- beban
gandar maksimum yang diizinkan; dan
- frekuensi
lalu lintas kereta api.
Pasal 49
- Jalur
kereta api untuk perkeretaapian umum membentuk satu kesatuan jaringan
jalur kereta api.
- Jalur
kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
- jaringan
jalur kereta api nasional yang ditetapkan dalam rencana induk
perkeretaapian nasional;
- jaringan
jalur kereta api propinsi yang ditetapkan dalam rencana induk
perkeretaapian propinsi; dan
- jaringan
jalur kereta api kabupaten/kota yang ditetapkan dalam rencana induk
perkeretaapian kabupaten/kota.
Pasal 50
- Jalur
kereta api umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 yang diselenggarakan
oleh beberapa penyelenggara prasarana perkeretaapian dapat saling
bersambungan, bersinggungan, atau terpisah.
- Pembangunan
dan pengoperasian jalur kereta api yang bersambungan atau bersinggungan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan atas dasar kerja sama
antarpenyelenggara prasarana perkeretaapian.
- Dalam
hal penyelenggaraan jalur kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dioperasikan oleh pihak lain, penyelenggaraannya harus dilakukan atas
dasar kerja sama antara penyelenggara prasarana dan pihak lain tersebut.
- Satu
jalur kereta api untuk perkeretaapian umum dapat digunakan oleh beberapa
penyelenggara sarana perkeretaapian.
Pasal 51
- Jalur
kereta api khusus yang jaringannya melebihi satu provinsi ditetapkan oleh
Pemerintah.
- Jalur
kereta api khusus yang jaringannya melebihi 1 (satu) wilayah
kabupaten/kota dalam provinsi ditetapkan oleh pemerintah provinsi.
- Jalur
kereta api khusus yang jaringannya dalam wilayah kabupaten/kota ditetapkan
oleh pemerintah kabupaten/ kota.
Pasal 52
- Jalur
kereta api khusus dapat disambungkan pada jaringan jalur kereta api umum.
- Jalur
kereta api khusus dapat disambungkan pada jaringan jalur kereta api khusus
lainnya.
- Penyambungan
jalur kereta api khusus pada jaringan jalur kereta api umum dan jalur
kereta api khusus dengan jaringan jalur kereta api khusus lainnya harus
mendapat izin dari pemerintah sesuai dengan tingkat kewenangannya.
Pasal 53
Ketentuan lebih lanjut mengenai jalur kereta api diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Bagian Ketiga
Stasiun Kereta Api
Pasal 54
- Stasiun
kereta api untuk keperluan naik turun penumpang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 35 ayat (3) huruf a sekurang-kurangnya dilengkapi dengan fasilitas:
- keselamatan;
- keamanan;
- kenyamanan;
- naik
turun penumpang;
- penyandang
cacat;
- kesehatan;
dan
- fasilitas
umum.
- Stasiun
kereta api untuk keperluan bongkar muat barang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 35 ayat (3) huruf b dilengkapi dengan fasilitas:
- keselamatan;
- keamanan;
- bongkar
muat barang; dan
- fasilitas
umum.
- Untuk
kepentingan bongkar muat barang di luar stasiun dapat dibangun jalan rel
yang menghubungkan antara stasiun dan tempat bongkar muat barang.
- Stasiun
kereta api untuk keperluan pengoperasian kereta api sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 35 ayat (3) huruf c harus dilengkapi dengan fasilitas
keselamatan dan kepentingan pengoperasian kereta api.
Pasal 55
Di stasiun kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (3) dapat
dilakukan kegiatan usaha penunjang angkutan kereta api dengan syarat tidak
mengganggu fungsi stasiun.
Pasal 56
- Stasiun
kereta api dikelompokkan dalam:
- kelas
besar;
- kelas
sedang; dan
- kelas
kecil.
- Pengelompokan
kelas stasiun kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan
kriteria:
- fasilitas
operasi;
- frekuensi
lalu lintas;
- jumlah
penumpang;
- jumlah
barang;
- jumlah
jalur; dan
- fasilitas
penunjang.
Pasal 57
- Stasiun
kereta api dapat menyediakan jasa pelayanan khusus.
- Jasa
pelayanan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
- ruang
tunggu penumpang;
- bongkar
muat barang;
- pergudangan;
- parkir
kendaraan; dan/atau
- penitipan
barang.
- Pengguna
jasa pelayanan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai tarif
jasa pelayanan tambahan.
Pasal 58
Ketentuan lebih lanjut mengenai stasiun kereta api diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Bagian Keempat
Fasilitas Pengoperasian Kereta Api
Pasal 59
Fasilitas pengoperasian kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1)
huruf c meliputi:
- peralatan
persinyalan;
- peralatan
telekomunikasi; dan
- instalasi
listrik.
Pasal 60
- Peralatan
persinyalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 huruf a berfungsi sebagai:
- petunjuk;
dan
- pengendali.
- Peralatan
persinyalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
- sinyal;
- tanda;
dan
- marka.
Pasal 61
Peralatan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 huruf b berfungsi
sebagai penyampai informasi dan/atau komunikasi bagi kepentingan operasi
perkeretaapian.
Pasal 62
- Peralatan
telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 menggunakan frekuensi
radio dan/atau kabel.
- Penggunaan
frekuensi radio sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang telekomunikasi.
Pasal 63
- Instalasi
listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 huruf c terdiri atas:
- catu
daya listrik; dan
- peralatan
transmisi tenaga listrik.
- Instalasi
listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk:
- menggerakkan
kereta api bertenaga listrik;
- memfungsikan
peralatan persinyalan kereta api yang bertenaga listrik;
- memfungsikan
peralatan telekomunikasi; dan
- memfungsikan
fasilitas penunjang lainnya.
- Instalasi
listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dioperasikan berdasarkan
peraturan perundang-undangan di bidang ketenagalistrikan.
Pasal 64
Ketentuan lebih lanjut mengenai fasilitas pengoperasian kereta api diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kelima
Perawatan Prasarana Perkeretaapian
Pasal 65
- Penyelenggara
prasarana perkeretaapian wajib merawat prasarana perkeretaapian agar tetap
laik operasi.
- Perawatan
prasarana perkeretaapian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
- perawatan
berkala; dan
- perbaikan
untuk mengembalikan fungsinya.
- Perawatan
prasarana perkeretaapian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi
standar dan tata cara perawatan yang ditetapkan oleh Menteri.
- Perawatan
prasarana perkeretaapian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib
dilakukan oleh tenaga yang memenuhi syarat dan kualifikasi yang ditetapkan
oleh Menteri.
Pasal 66
Ketentuan lebih lanjut mengenai perawatan prasarana perkeretaapian diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Keenam
Kelaikan Prasarana Perkeretaapian
Pasal 67
- Prasarana
perkeretaapian yang dioperasikan wajib memenuhi persyaratan kelaikan yang
berlaku bagi setiap jenis prasarana perkeretaapian.
- Persyaratan
kelaikan prasarana perkeretaapian meliputi:
- persyaratan
teknis; dan
- persyaratan
operasional.
- Persyaratan
teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi persyaratan
sistem dan persyaratan komponen.
- Persyaratan
operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b adalah persyaratan
kemampuan prasarana perkeretaapian sesuai dengan rencana operasi
perkeretaapian.
Pasal 68
- Untuk
menjamin kelaikan prasarana perkeretaapian, wajib dilakukan pengujian dan
pemeriksaan.
- Pengujian
prasarana perkeretaapian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
Pemerintah dan dapat dilimpahkan kepada badan hukum atau lembaga yang
mendapat akreditasi dari Pemerintah.
- Pemeriksaan
prasarana perkeretaapian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
dilakukan oleh Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian.
Pasal 69
Pengujian prasarana perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (2)
terdiri atas:
- uji
pertama; dan
- uji
berkala.
Pasal 70
- Uji
pertama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 huruf a wajib dilakukan untuk
prasarana perkeretaapian baru dan prasarana perkeretaapian yang mengalami
perubahan spesifikasi teknis.
- Uji
pertama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 huruf a dilakukan terhadap:
- rancang
bangun prasarana perkeretaapian; dan
- fungsi
prasarana perkeretaapian.
- Uji
pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Pemerintah dan dapat
dilimpahkan kepada badan hukum atau lembaga yang mendapat akreditasi dari
Pemerintah.
- Prasarana
perkeretaapian yang mengalami perubahan spesifikasi teknis sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus mendapat izin dari Menteri.
Pasal 71
- Prasarana
perkeretaapian yang lulus uji pertama diberi sertifikat uji pertama oleh:
- Pemerintah;
- badan
hukum yang mendapat akreditasi dari Pemerintah; atau
- lembaga
yang mendapat akreditasi dari Pemerintah.
- Sertifikat
uji pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk selamanya,
kecuali mengalami perubahan spesifikasi teknis.
Pasal 72
- Uji
berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 huruf b wajib dilakukan untuk
prasarana perkeretaapian yang telah dioperasikan sesuai dengan jadwal yang
ditetapkan.
- Uji
berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan terhadap fungsi
prasarana perkeretaapian.
- Uji
berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh pemerintah dan
dapat dilimpahkan kepada badan hukum atau lembaga yang mendapat akreditasi
dari Pemerintah.
Pasal 73
- Prasarana
perkeretaapian yang lulus uji berkala diberi sertifikat uji berkala oleh:
- Pemerintah;
- badan
hukum yang mendapat akreditasi dari Pemerintah; atau
- lembaga
yang mendapat akreditasi dari Pemerintah.
- Sertifikat
uji berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku sesuai dengan
jadwal uji berkala yang ditetapkan untuk setiap jenis prasarana
perkeretaapian.
Pasal 74
- Pemerintah,
badan hukum, atau lembaga yang melaksanakan uji pertama dan uji berkala
prasarana perkeretaapian wajib memiliki tenaga penguji.
- Tenaga
penguji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki kualifikasi
keahlian yang dibuktikan dengan sertifikat keahlian.
- Sertifikat
keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diperoleh setelah lulus
mengikuti pendidikan dan pelatihan.
- Pendidikan
dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diselenggarakan oleh
Pemerintah dan dapat dilimpahkan kepada badan atau lembaga yang mendapat
akreditasi dari Pemerintah.
Pasal 75
Pelaksanaan pengujian prasarana perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal
69 wajib menggunakan peralatan pengujian dan sesuai dengan tata cara pengujian
yang ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 76
Setiap badan hukum atau lembaga pengujian prasarana perkeretaapian yang
melakukan pengujian wajib menggunakan tenaga penguji yang memiliki sertifikat
keahlian, menggunakan peralatan pengujian, dan melakukan pengujian sesuai
dengan tata cara pengujian prasarana perkeretaapian yang ditetapkan.
Pasal 77
Setiap badan hukum atau lembaga yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 76 dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis, pembekuan
izin, atau pencabutan izin operasi.
Pasal 78
Setiap tenaga penguji prasarana perkeretaapian wajib melakukan pengujian
prasarana perkeretaapian dengan menggunakan peralatan pengujian dan sesuai
dengan tata cara pengujian yang ditetapkan.
Pasal 79
Tenaga penguji prasarana perkeretaapian yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 78, dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis,
pembekuan sertifikat keahlian, atau pencabutan sertifikat keahlian.
Pasal 80
- Pengoperasian
prasarana perkeretaapian wajib dilakukan oleh petugas yang telah memenuhi
syarat dan kualifikasi kecakapan yang dibuktikan dengan sertifikat
kecakapan.
- Sertifikat
kecakapan pengoperasian prasarana perkeretaapian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diberikan setelah lulus mengikuti pendidikan dan pelatihan.
- Pendidikan
dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diselenggarakan oleh
Pemerintah dan dapat dilimpahkan kepada badan usaha atau lembaga lain yang
mendapat akreditasi dari Pemerintah.
- Sertifikat
kecakapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh:
- Pemerintah;
- badan
hukum yang mendapat akreditasi dari Pemerintah; atau
- lembaga
yang mendapat akreditasi dari Pemerintah.
Pasal 81
Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian wajib menempatkan tanda larangan di
jalur kereta api secara lengkap dan jelas.
Pasal 82
Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 81, dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis
atau pembekuan izin atau pencabutan izin operasi.
Pasal 83
Ketentuan lebih lanjut mengenai kelaikan prasarana perkeretaapian diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketujuh
Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Prasarana Perkeretaapian
Pasal 84
- Pengadaan
tanah untuk pembangunan prasarana perkeretaapian umum dilaksanakan
berdasarkan rencana induk perkeretaapian.
- Pembangunan
prasarana perkeretaapian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disosialisasikan kepada masyarakat, baik pada tahap perencanaan maupun
pelaksanaannya, terutama yang tanahnya diperlukan untuk pembangunan
prasarana perkeretaapian.
- Pemegang
hak atas tanah, pemakai tanah negara, atau masyarakat hukum adat, yang
tanahnya diperlukan untuk pembangunan prasarana perkeretaapian, berhak
mendapat ganti kerugian sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang pertanahan.
- Pemberian
ganti kerugian dalam rangka pengadaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (3) dilaksanakan berdasarkan kesepakatan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan.
Pasal 85
- Apabila
kesepakatan tidak tercapai dan lokasi pembangunan tidak dapat dipindahkan,
dilakukan pencabutan hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan di bidang pertanahan.
- Pelaksanaan
pembangunan prasarana perkeretaapian dapat dimulai pada bidang tanah yang
telah diberi ganti kerugian atau telah dicabut hak atas tanahnya.
Pasal 86
Tanah yang sudah dikuasai oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau Badan Usaha
dalam rangka pembangunan prasarana perkeretapian, disertifikatkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan.
Bagian Kedelapan
Tanggung Jawab Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian
Pasal 87
- Penyelenggara
Prasarana Perkeretaapian bertanggung jawab kepada Penyelenggara Sarana
Perkeretaapian dan pihak ketiga atas kerugian sebagai akibat kecelakaan
yang disebabkan kesalahan pengoperasian prasarana perkeretaapian.
- Tanggung
jawab Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian kepada Penyelenggara Sarana
Perkeretaapian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan perjanjian
kerja sama antara Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian dan Penyelenggara
Sarana Perkeretaapian.
- Penyelenggara
Prasarana Perkeretaapian bertanggung jawab kepada pihak ketiga atas
kerugian harta benda, luka-luka, atau meninggal dunia yang disebabkan oleh
penyelenggaraan prasarana perkeretaapian.
- Penyelenggara
Prasarana Perkeretaapian bertanggung jawab terhadap Petugas Prasarana
Perkeretaapian yang mengalami luka-luka, atau meninggal dunia yang
disebabkan oleh pengoperasian prasarana perkeretaapian.
- Tanggung
jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan kerugian
yang nyata dialami.
Pasal 88
Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian tidak bertanggung jawab terhadap
kerugian yang diderita oleh Penyelenggara Sarana Perkeretaapian dan/atau pihak
ketiga yang disebabkan oleh pengoperasian prasarana perkeretaapian apabila:
- pihak
yang berwenang menyatakan bahwa kerugian bukan disebabkan kesalahan
pengoperasian prasarana perkeretaapian; dan/atau
- terjadi
keadaan memaksa.
Pasal 89
Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab Penyelenggara Prasarana
Perkeretaapian diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kesembilan
Hak dan Wewenang Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian
Pasal 90
Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian berhak dan berwenang:
- mengatur,
mengendalikan, dan mengawasi perjalanan kereta api;
- menghentikan
pengoperasian sarana perkeretaapian apabila dapat membahayakan perjalanan
kereta api;
- melakukan
penertiban terhadap pengguna jasa kereta api yang tidak memenuhi
persyaratan sebagai pengguna jasa kereta api di stasiun;
- mendahulukan
perjalanan kereta api di perpotongan sebidang dengan jalan;
- menerima
pembayaran dari penggunaan prasarana perkeretaapian; dan
- menerima
ganti kerugian atas kerusakan prasarana perkeretaapian yang disebabkan
oleh kesalahan Penyelenggara Sarana Perkeretaapian atau pihak ketiga.
BAB VII
PERPOTONGAN DAN PERSINGGUNGAN
JALUR KERETA API DENGAN BANGUNAN LAIN
Pasal 91
- Perpotongan
antara jalur kereta api dan jalan dibuat tidak sebidang.
- Pengecualian
terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat
dilakukan dengan tetap menjamin keselamatan dan kelancaran perjalanan
kereta api dan lalu lintas jalan.
Pasal 92
- Pembangunan
jalan, jalur kereta api khusus, terusan, saluran air dan/atau prasarana
lain yang memerlukan persambungan, dan perpotongan dan/atau persinggungan
dengan jalur kereta api umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (2)
harus dilaksanakan dengan ketentuan untuk kepentingan umum dan tidak
membahayakan keselamatan perjalanan kereta api.
- Pembangunan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mendapat izin dari pemilik
prasarana perkeretaapian.
- Pembangunan,
pengoperasian, perawatan, dan keselamatan perpotongan antara jalur kereta
api dan jalan menjadi tanggung jawab pemegang izin.
Pasal 93
Pemanfaatan tanah pada ruang milik jalur kereta api untuk perpotongan atau
persinggungan dikenakan biaya oleh pemilik prasarana perkeretaapian.
Pasal 94
- Untuk
keselamatan perjalanan kereta api dan pemakai jalan, perlintasan sebidang
yang tidak mempunyai izin harus ditutup.
- Penutupan
perlintasan sebidang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
Pemerintah atau Pemerintah Daerah.
Pasal 95
Ketentuan lebih lanjut mengenai perpotongan dan persinggungan jalur kereta api
dengan bangunan lain diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VIII
SARANA PERKERETAAPIAN
Bagian Kesatu
Persyaratan Teknis dan Kelaikan Sarana Perkeretaapian
Pasal 96
- Sarana
perkeretaapian menurut jenisnya terdiri atas:
- lokomotif;
- kereta;
- gerbong;
dan
- peralatan
khusus.
- Setiap
sarana perkeretaapian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi
persyaratan teknis dan kelaikan operasi yang berlaku bagi setiap jenis
sarana perkeretaapian.
Pasal 97
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan teknis dan kelaikan operasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 ayat (2) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Bagian Kedua
Pengujian dan Pemeriksaan
Pasal 98
- Untuk
memenuhi persyaratan teknis dan menjamin kelaikan operasi sarana
perkeretaapian, wajib dilakukan pengujian dan pemeriksaan.
- Pengujian
sarana perkeretaapian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
Pemerintah dan dapat dilimpahkan kepada badan hukum atau lembaga yang
mendapat akreditasi dari Pemerintah.
- Pemeriksaan
sarana perkeretaapian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan
oleh Penyelenggara Sarana Perkeretaapian.
Dirangkum oleh Ayu Sartika Dewi (Mahasiswa Universitas Nasional)