DALAM PENYELENGGARAAN PENGANGKUTAN PENUMPANG
MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2007
TENTANG PERKERETAAPIAN
Pendahuluan
Pengangkutan merupakan salah satu bagian yang
tidak terpisahkan dari rangkaian sistem perekonomian. Perekonomian tidak akan
berjalan secara maksimal tanpa didukung oleh sektor pengangkutan (transportation) yang kuat. Demikian pula
dengan sektor angkutan darat yang terdiri dari dua jenis yaitu angkutan jalan
raya untuk truk dan bus dan angkutan jalan rel untuk kereta api. Khusus untuk
pengangkutan kereta api di Indonesia sampai saat ini diselenggarakan dan
dikuasai sepenuhnya oleh pemerintah melalui PT. Kereta Api Indonesia
(selanjutnya disebut PT. KAI).
Penyelenggaraan angkutan kereta api untuk beberapa
daerah tertentu di Indonesia memang kurang populer bahkan ada daerah-daerah
yang tidak mempunyai jenis transportasi dengan moda kereta api. Tetapi bagi
kita yang bertempat tinggal di pulau Jawa dan Provinsi Sumatera Utara
khususnya, angkutan kereta api merupakan
salah satu jenis moda transportasi yang sangat banyak peminatnya
mengingat armada kereta api ini memiliki keistimewaan jika dibandingkan dengan
truk atau bus bahkan pesawat, yaitu kereta api dapat mengangkut penumpang dan
atau barang dalam jumlah yang besar secara sekaligus dalam satu kali perjalanan
dengan biaya angkutan (charges, expenses)
yang lebih murah daripada moda transportasi lainnya. Meskipun tetap ada
kelemahannya, yaitu dalam daya jangkau lokasi atau tempat tujuan yang
diinginkan hanya terbatas pada tempat-tempat yang telah ditentukan, hal ini disebabkan
karena keterbatasan dalam prasarana (infrastructure)
angkutan kereta api diantaranya keterbatasan dalam jalur rel kereta api,
stasiun dan fasilitas operasi kereta api.
Penyelenggaraan angkutan kereta api pada dasarnya
sama dengan penyelenggaraan angkutan jenis yang lain, yang diawali dengan
adanya suatu perjanjian pengangkutan antara penumpang dan atau pengirim barang
dengan pihak PT. KAI. Para pihak dalam perjanjian pengangkutan masing-masing
mempunyai hak dan kewajiban dan tanggung jawab. Perjanjian pengangkutan
tersebut harus memenuhi syarat-syarat sah suatu perjanjian sebagaimana diatur
dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disingkat KUH
Pdt) dan syarat-syarat khusus yang ditetapkan oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2007 Tentang Perkeretaaapian (selanjutnya disingkat UUKA 2007).
UUKA 2007 ini merupakan peraturan yang baru
dikeluarkan oleh pemerintah dengan tujuan untuk pembenahan dan penyempurnaan
dari peraturan yang berlaku sebelumnya yaitu Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992
Tentang Perkeretaapian.
Penyelenggaraan Pengangkutan Dengan
Kereta Api
Perkeretaapian menurut fungsinya terdiri dari
perkeretaapian umum dan perkeretaapian khusus. Perkeretaapian umum adalah
perkeretaapian yang digunakan untuk melayani angkutan orang dan/atau barang
dengan dipungut bayaran, yang terdiri dari perkeretaapian perkotaan dan
perkeretaapian antar kota, sedangkan perkeretaapian khusus adalah kereta api
yang digunakan secara khusus oleh badan usaha tertentu untuk menunjang kegiatan
pokok badan usaha tersebut.
Menurut kegunaannya, kereta api terbagi atas dua
jenis, yaitu kereta api yang digunakan khusus untuk mengangkut barang (gerbong
barang) dan kereta api yang digunakan khusus untuk mengangkut penumpang
(gerbong penumpang). Setiap sarana dan prasarana perkeretaapian umum yang
dioperasikan harus memenuhi standar kelaikan operasi dan memenuhi persyaratan
keselamatan sebagaimana diatur dalam Pasal 20 dan Pasal 27 UUKA 2007. Yang
dimaksud dengan memenuhi persyaratan kelaikan adalah kondisi prasarana siap operasi
dan secara teknis aman untuk dioperasikan. Untuk menjamin kelaikan prasarana
perkeretaapian, wajib dilakukan pemeriksaan dan pengujian untuk pertama kali
dioperasikan dan pengujian secara berkala oleh Pemerintah dan dapat dilimpahkan
kepada badan hukum atau lembaga yang mendapat akreditasi dari Pemerintah.
Prasarana yang telah lulus dari pengujian akan diberikan sertifikat kelaikan
operasi.
Penyelenggara sarana perkeretaapian wajib
melakukan perawatan atas sarana perkeretaapian agar tetap laik operasi.
Pengoperasian sarana perkeretaapian wajib dilakukan oleh Awak Sarana
Perkeretaapian yang memenuhi persyaratan dan kualifikasi kecakapan yang
dibuktikan dengan sertifikat kecakapan setelah lulus pendidikan dan pelatihan.
Perkeretaapian dikuasai oleh negara dan
pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah. Penyelenggaraan angkutan kereta api
dilakukan dengan suatu perjanjian pengangkutan antara pihak pengangkut dengan
penumpang dan atau pengirim barang, oleh karena itu perjanjian pengangkutan
kereta api dibedakan atas dua bentuk yaitu, perjanjian pengangkutan penumpang
dan perjanjian pengangkutan barang.
PT. KAI menerbitkan dokumen angkutan berupa karcis
penumpang dan surat muatan barang. Karcis penumpang berfungsi sebagai tanda
bukti terjadinya perjanjian pengangkutan penumpang, ketentuan ini diatur dalam
Pasal 132 ayat (3) UUKA 2007, sedangkan surat muatan berfungsi sebagai tanda
bukti terjadinya perjanjian pengangkutan barang.
Dalam penyelenggaraan pengangkutan PT. KAI
menyediakan beberapa jenis pelayanan, diantaranya kelas ekonomi, kelas bisnis
dan kelas eksekutif. Setiap keberangkatan disediakan 8 sampai 9 gerbong
penumpang dengan kapasitas muatan 80 sampai 100 orang penumpang pada setiap
gerbongnya. Biaya atau tarif angkutan yang dikenakan kepada penumpang berbeda
untuk setiap kelas. Tarif angkutan penumpang ditetapkan oleh Penyelenggara
Sarana Perkeretaapian berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Pedoman penetapan tarif angkutan dilakukan berdasarkan perhitungan modal, biaya
operasi dan keuntungan, ketentuan ini terdapat pada Pasal 151 ayat (3) UUKA
2007.
Hak Dan Kewajiban Pihak Pengangkut
Dan Pihak Penumpang
Sebagaimana dalam setiap perjanjian terdapat hak
dan kewajiban dari para pihak yang berjanji, demikian pula halnya dalam
perjanjian pengangkutan kereta api terdapat hak dan kewajiban dari pihak
penyelenggara angkutan dan pihak penumpang.
Menurut Pasal 132 ayat (1) UUKA 2007,
Penyelenggara Sarana Perkeretaapian wajib mengangkut orang yang telah memiliki
karcis. Setiap penumpang yang telah memiliki karcis berhak memperoleh pelayanan
sesuai dengan tingkat pelayanan yang dipilih. Kewajiban pihak pengangkut ini
merupakan kontra prestasi atas hak yang dimiliki oleh penumpang yang telah
membayar biaya pengangkutan dan memiliki karcis sebagai bukti telah terjadinya
perjanjian pengangkutan kereta api.
Penyelenggara Sarana Perkeretaapian wajib
memberikan fasilitas khusus dan kemudahan bagi penyandang cacat, wanita hamil,
anak di bawah lima tahun, orang sakit dan orang lanjut usia, tanpa dipungut
biaya tambahan (Pasal 131 UUKA 2007).
Pelayanan yang diberikan oleh PT. KAI dalam
menyelenggarakan pengangkutan orang harus memenuhi standar pelayanan minimum,
yang meliputi pelayanan di stasiun keberangkatan, dalam perjalanan dan di
stasiun tujuan.
Dalam penyelenggaran pengangkutan orang,
Penyelenggara Sarana Perkeretaapian wajib untuk :
a. mengutamakan keselamatan dan keamanan orang;
b. mengutamakan pelayanan kepentingan umum;
c. menjaga kelangsungan pelayanan pada lintas yang
ditetapkan;
d. mengumumkan jadwal perjalanan kereta api dan tarif
angkutan kepada masyarakat;
e. mematuhi jadwal keberangkatan kereta api.
PT. KAI wajib mengumumkan kepada penumpang jika
terjadi pembatalan dan penundaan keberangkatan, keterlambatan kedatangan atau
pengalihan pelayanan lintas kereta api disertai dengan alasan yang jelas (Pasal
133 ayat (2) 2007 UUKA).
Jika terjadi pembatalan keberangkatan kereta api,
maka PT. KAI wajib mengganti seluruh biaya yang telah dibayarkan oleh penumpang
untuk membeli karcis. Apabila penumpang sendiri yang membatalkan
keberangkatannya dan tidak ada melapor kepada petugas PT. KAI sampai batas
waktu keberangkatan yang ditetapkan, maka biaya pengangkutan yang telah dibayar
oleh penumpang tidak akan dikembalikan kepada penumpang, tetapi jika penumpang
melapor kepada petugas sebelum batas waktu keberangkatan yang telah
dijaadwalkan, maka biaya yang telah dibayar oleh penumpang akan dikembalikan
sebesar 75 % (tujuh puluh lima persen) dari harga karcis. Apabila kereta api
tidak dapat melanjutkan perjalanannya hingga sampai di stasiun tujuan yang
disepakati disebabkan karena adanya haambatan atau gangguan yang tidak diduga
sebelumnya, maka PT. KAI wajib :
a. menyediakan angkutan dengan kereta api lain atau
moda transportasi lain sampai stasiun tujuan; atau
b. memberikan ganti kerugian senilai harga kaarcis.
Apabila PT. KAI tidak menyediakan angkutan dengan
kereta api lain atau moda transportasi lain hingga sampai stasiun tujuan atau
tidak mengganti kerugian senilai harga karcis, maka PT. KAI sebagai
penyelenggara angkutan dikenai sanksi administratif berupa pembekuan izin
operasi atau pencabutan izin operasi (Pasal 135 UUKA 2007).
Dalam kegiatan pengangkutan penumpang, menurut
Pasal 136 ayat (1) UUKA 2007, pihak Penyelenggara Sarana Perkeretaapian juga
berwenang untuk :
a. memeriksa karcis;
b. menindak pengguna jasa yang tidak memiliki karcis;
c. menertibkan pengguna jasa atau masyarakat yang
mengganggu perjalanan kereta api;
d. melaksanakan pengawasan dan pembinaan terhadap
masyarakat yang berpotensi menimbulkan gangguan terhadap perjalanan kereta api.
Penyelenggara Sarana Perkeretaapian dalam keadaan
tertentu dapat membatalkan perjalanan kereta api jika terdapat hal-hal yang
dapat membahayakan keselamatan, ketertiban dan kepentingan umum.
Tanggung Jawab PT KAI Terhadap
Penumpang Sebagai Sarana Penyelenggara Perkeretaapian
Sebagai pihak Penyelenggara Sarana Perkeretaapian
PT. KAI mempunyai tanggung jawab untuk menjaga keselamatan penumpang atau
pengguna jasa perkeretaapian. Dalam hal tanggung jawab ini, terdapat dua bentuk
yang dibedakan antara tanggung jawab pihak Penyelenggara Prasarana
Perkeretaapian dan pihak Penyelenggara Sarana Perkeretaapian. Penyelenggara
Prasarana Perkeretaapian adalah pihak yang menyelenggarakan prasarana
perkeretaapian berupa penyelenggaraan prasarana perkeretaapian dan/atau sarana
perkeretaapian, sedangkan Penyelenggara Sarana Perkeretaapian adalah badan
usaha yang mengusahakan sarana perkeretaapian umum yang saat ini dilaksanakan
oleh PT. KAI.
Penyelenggaraan prasarana perkeretaapian umum
dilakukan oleh Badan Usaha sebagai penyelenggara, baik secara sendiri-sendiri
maupun melalui kerja sama. Dalam hal tidak ada Badan Usaha yang
menyelenggarakan prasarana perkeretaapian umum, maka Pemerintah atau Pemerintah
Daerah dapat menyelenggarakan prasarana perkeretaapian umum (Pasal 23 UUKA
2007).
Badan Usaha yang menyelenggarakan prasarana
perkeretaapian umum wajib memiliki izin usaha yang diterbitkan oleh pemerintah,
izin pembangunan dan izin operasi.
Tanggung Jawab Pihak Penyelenggara
Prasarana Perkeretaapian
Adapun yang menjadi tanggung jawab dari
Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian sebagaimana diatur dalam Pasal 87 UUKA
2007, antara lain sebagai berikut :
1. Penyelenggara Sarana Perkeretaapian bertanggung
jawab kepada Penyelenggaran Sarana Perkeretaapian dan pihak ketiga atas
kerugian sebagai akibat kecelakaan yang disebabkan kesalahan pengoperasian
prasarana perkeretaapian. Tanggung jawab ini dilakukan dengan memberikan ganti
rugi yang dihitung berdasarkan kerugian yang secara nyata dialami.
2. Tanggung jawab Penyelenggara Prasarana
Perkeretaapian kepada Penyelenggara Sarana Perkeretaapian dilakukan berdasarkan
perjanjian kerja sama antara kedua belah pihak.
3. Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian
bertanggungjawab kepada pihak ketiga atas kerugian harta benda, luka-luka atau
meninggal dunia yang disebabkan oleh penyelenggaraan prasarana perkeretaapian.
4. Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian
bertanggungjawab terhadap Petugas Prasarana Perkeretaapian yang mengalami
luka-luka atau meninggal dunia yang disebabkan oleh pengoperasian prasarana
perkeretaapian.
Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian tidak
bertanggungjawab terhadap kerugian yang diderita oleh Penyelenggara Sarana
Perkeretaapian dan/atau pihak ketiga yang disebabkan oleh pengoperasian
prasarana perkeretaapian apabila :
1. pihak yang berwenang menyatakan bahwa kerugian
bukan disebabkan kesalahan pengoperasian prasarana perkeretaapian;
2. terjadi keadaan memaksa.
Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian berhak dan
berwenang untuk :
1. mengatur, mengendalikan dan mengawasi perjalanan
kereta api;
2. menghentikan pengoperasian sarana perkeretaapian
apabila dapat membahayakan perjalanan kereta api;
3. melakukan penertiban terhadap pengguna jasa kereta
api yang tidak memenuhi persyaratan sebagai pengguna jasa kereta api di stasiun;
4. mendahulukan perjalanan kereta api di perpotongan
sebidang dengan jalan;
5. menerima pembayaran dari penggunaan prasarana
perkeretaapian; dan
6. menerima ganti kerugian atas kerusakan prasarana
perkeretaapian yang disebabkan oleh kesalahan Penyelenggara Sarana
Perkeretaapian atau pihak ketiga.
Dalam rangka untuk melaksanakan tanggung jawabnya,
pihak Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian wajib mengasuransikan tanggung
jawabnya terhadap Penyelenggara Sarana Perkeretaapian dan pihak ketiga (Pasal
166 UUKA 2007).
Tanggung Jawab Pihak Penyelenggara
Sarana Perkeretaapian (PT. KAI) Terhadap Pengguna Jasa
Menurut Pasal 157 UUKA 2007 Penyelenggara Sarana
Perkeretaapian dalam hal ini PT. KAI mempunyai tanggung jawab kepada pengguna
jasa yaitu penumpang, antara lain sebagai berikut :
1. Penyelenggara Sarana Perkeretaapian
bertanggungjawab terhadap pengguna jasa yang mengalami kerugian, luka-luka atau
meninggal dunia yang disebabkan oleh pengoperasian angkutan kereta api;
2. Tanggung Jawab ini dimulai sejak pengguna jasa diangkut
dari stasiun asal sampai dengan stasiun tujuan yang disepakati;
3. Tanggung jawab ini berupa ganti kerugian yang
dihitung berdasarkan kerugian yang nyata dialami;
4. Penyelenggara Sarana Perkeretaapian tidak
bertanggung jawab atas kerugian, luka-luka atau meninggalnya penumpang yang
tidak disebabkan oleh pengoperasian angkutan kereta api.
Selain tanggung jawab terhadap pengguna jasa, PT.
KAI juga bertanggung jawab terhadap kerugian yang dialami pihak ketiga yang
dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut disebabkan karena pengoperasian
angkutan kereta api. Tetapi, apabila pihak ketiga tidak dapat membuktikan bahwa
kerugian tersebut disebabkan oleh kesalahan Penyelenggara Sarana
Perkeretaapian, maka PT. KAI tidak bertanggung jawab atas kerugian tersebut (Pasal
159 ayat (1) UUKA 2007).
Hak untuk mengajukan keberatan dan permintaan
ganti kerugian dari pihak ketiga kepada Penyelenggara Sarana Perkeretaapian
disampaikan selambat-lambatnya 30 (tigapuluh) hari terhitung sejak tanggal
terjadinya kerugian.
Untuk meminimalisir resiko ganti rugi dan
melaksanakan tanggung jawabnya, menurut Pasal 167 UUKA 2007, PT. KAI sebagai
Penyelenggara Sarana Perkeretaapian wajib mengasuransikan tanggung jawabnya
terhadap pengguna jasa dan besarnya nilai pertanggungan paling sedikit harus
sama dengan nilai ganti kerugian yang diberikan kepada pengguna jasa yang
menderita kerugian sebagai akibat pengoperasian kereta api.
Penyelenggara Sarana Perkeretaapian juga wajib
mengasuransikan kerugian yang diderita oleh pihak ketiga sebagai akibat
pengoperasian angkutan kereta api (Pasal 169 ayat (3) UUKA 2007).
Penyelenggara Sarana Perkeretaapian yang tidak
mengasuransikan tanggung jawabnya akan dikenai sanksi administratif berupa
pembekuan izin operasi atau pencabutan izin operasi (Pasal 168 UUKA 2007).
PT. KAI juga wajib mengasuransikan awak sarana
perkeretaapian dan sarana perkeretaapian. Dalam melaksanakan tanggung jawab
terhadap pihak ketiga, maka PT. KAI juga wajib mengasuransikan kerugian yang
diderita oleh pihak ketiga sebagai akibat pengoperasian angkutan kereta api
(Pasal 169 UUKA 2007).
Hak dan Tanggung Jawab dari Pihak
Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian dan Pihak Penyelenggara Sarana
Perkeretaapian
Dalam hal terjadi kecelakaan kereta api, menurut
Pasal 125 UUKA 2007, Pihak Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian dan
Penyelenggara Sarana Perkeretaapian harus melakukan hal-hal sebagai berikut :
1. mengambil tindakan untuk kelancaran dan
keselamatan lalu lintas;
2. menangani
korban kecelakaan;
3. memindahkaan penumpang, bagasi dan barang antaran
ke kereta api lain atau moda
transportasi laian untuk meneruskan perjalanan sampai stasiun tujuan;
4. melaporkan kecelakaan kepada Menteri, pemerintah
provinsi, pemerintah kabupaten/kota;
5. mengumumkan kecelakaan kepada pengguna jasa dan
masyarakat;
6. segera menormalkan kembali lalu lintas kereta api
setelah dilakukan penyidikan awal oleh pihak berwenang; dan
7. mengurus klaim asuransi korban kecelakaan.
Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian dan
Penyelenggara Sarana Perkeretaapian berhak menuntut ganti rugi kepada pihak
yang menimbulkan kerugian terhadap prasarana perkeretaapian, sarana
perkeretaapian dan orang yang dipekerjakan (Pasal 170 UUKA 2007).
Ketentuan lebih lanjut mengenai asuransi dan ganti
kerugian Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian dan Penyelenggara Sarana
Perkeretaapian terhadap pengguna jasa, awak, pihak ketiga dan sarana
perkeretaapian diatur dengan Peraturan Pemerintah (Pasal 171 UUKA 2007).
Penutup
UUKA 2007 mengatur tentang tanggung jawab dari dua
pihak yaitu Pihak Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian dan Penyelenggara
Sarana Perkeretaapian terhadap pengguna jasa, awaknya dan pihak ketiga.
Tanggung jawab tersebut meskipun demikian luas namun tetap masih dibatasi
dengan adanya ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang pembatasan tanggung
jawab, diantaranya yaitu ketentuan tentang kewajiban dari Pihak Penyelenggara
Prasarana Perkeretaapian dan Penyelenggara Sarana Perkeretaapian untuk
mengasuransikan tanggung jawabnya dan ketentuan tentang adanya kewajiban untuk
memberikan pembuktian dari pihak pengguna jasa, awak maupun pihak ketiga bahwa
kerugian yang diderita adalah akibat dari pengoperasian angkutan kereta api.
Daftar Pustaka
Adji, Sution Usman, Hukum Pengangkutan di Indonesia,
(Jakarta: Rineka Cipta), 1990.
Muhammad, Abdulkadir, Hukum Pengangkutan Niaga, (Bandung:
Citra Aditya Bakti), 1998.
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992 Tentang
Perkeretaapian.
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 Tentang
Perkeretaapian.
Republik Indonesia, Penjelasan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian.
Dirangkum Oleh : Ayu Sartika Dewi
Mahasiswi Universitas Nasional
Tugas: Hukum Transportasi
Dirangkum Oleh : Ayu Sartika Dewi
Mahasiswi Universitas Nasional
Tugas: Hukum Transportasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar