Rabu, 24 Februari 2016

UU NO 17 TAHUN 2008

UNDANG UNDANG NO 17 TAHUN 2008



Keterkaitan KUHD dengan UU No.17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran dan PP No.20 Tahun 2010 Tentang Angkutan di Perairan dalam Hukum Pengangkutan Laut


Dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran dan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 Tentang Angkutan di Perairan terdapat keterkaitan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, yaitu mengenai:

     Berdasarkan pasal 1 angka 10 UU No 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, Angkutan adalah angkutan barang dari suatu tempat diterimanya barang tersebut ke suatu tempat yang ditentukan untuk penyerahan barang yang bersangkutan. Sedangkan Pengangkutan adalah kegiatan memindahkan barang atau orang dari suatu tempat ke tempat lain dengan selamat sampai tujuan dan berdasarkan pasal 7 UU No 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, jenis angkutan laut terdiri atas : Angkutan Laut Dalam Negeri, Angkutan Laut Luar Negeri, Angkutan Laut Khusus, dan Angkutan Laut Pelayaran Rakyat, berhubungan dengan Pasal 453 (2) KUHD, Vervrachter mengikatkan diri kepada Bevrachter untuk:
                          -      Waktu tertentu,
                          -      Menyediakan sebuah kapal tertentu,
                          -      Kapalnya untuk pelayaran di laut bagi Bevrachter,
-         Pembayaran harga yang dihitung berdasarkan waktu.
dan Pasal 460 (1) KUHD menyebutkan bahwa kewajiban pencarter untuk memelihara, melengkapi dan menganakbuahi.
     
Dasar Hukum Pengaturan Pengangkutan Laut di Indonesia:
a.       Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
b.      Kitab Undang-Undang Hukum Dagang : pasal 307 s/d pasal 747,
c.       UU No 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, dan UU lain yang terkait,
d.  Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 Tentang Angkutan di Perairan
d.      Peraturan Internasional.

Dasar Hukum Pendaftaran Kapal:
a. Pasal 314 KUHD,
b. Peraturan Pendaftaran kapal Stbl. 1933 No.48,
c. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran,
d. Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2002 tentang Perkapalan,
e. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM.26 Tahun 2006 tentang Penyederhanaan Sistem dan Prosedur Pengadaan Kapal dan Penggunaan /Penggantian Bendera Kapal.
f.  Konvensi Hukum Laut Internasional 1982 (UNCLOS 1982) yang diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985.

     Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran Pasal 1, pelayaran adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas angkutan diperairan, kepelabuhan, keselamatan dan keamanan serta perlindungan yang maritim. Sedangkan menurut pasal 309 KUHD buku kedua Hak-Hak Dan Kewajiban-Kewajiban Yang Timbul Dari Pelayaran, yaitu kapal adalah semua alat berlayar bagaimanapun namanya dan apapun sifatnya.

Pengaturan Layak Angkut Perairan
       
     Berdasarkan Pasal 343 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, dimana menyatakan bahwa “Nakhoda diwajibkan mengikuti dengan teliti pearaturan-peraturan yang lazim dan peraturan-peraturan yang ada untuk menjamin kelayakan mengarungi laut dan keamanan kapal, keamanan para penumpang dan keamanan pengangkutan muatan. Ia tidak mengadakan perjalanan, kecuali apabila kapal memenuhi syarat untuk melakukan perjalanan, diperlengkapi dengan pantas dan cukup diawaki.
     
    ”Menurut Pasal 522 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang menyatakan bahwa“ persetujuan pengangkutan mewajibkan si pengangkut untuk menjaga keselamatan si penumpang, sejak saat si penumpang ini masuk dalam kapal hingga saat ia meninggalkan kapalnya. Bagi sebuah kapal yang akan dioperasikan harus dalam keadaan layak laut kapal. Dikatakan layak laut kapal tersebut harus memenuhi persyaratan-persyaratan antara lain, sertifikat kapal (masa berlaku) pengawakan kapalnya cukup, memiliki alat pencegah pencemaran, alat-alat keselamatan atau alat penolong yang cukup.
     
    Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 Tentang Angkutan di Perairan Pasal 19 ayat (1) menyatakan bahwa “ruang penumpang harus dipisahkan dengan sekat dari kamar awak kapal, ruang muatan dan ruang lainnya”.

      Pengaturan Tanggung Jawab Kapal Dengan memperhatikan ketentuan pasal 468 KUHD, maka tanggung jawab pengangkut adalah pada saat barang yang diterimanya dan berakhir pada saat penyerahan pada pihak yang berhak. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran didalam peraturan pelaksanaannya yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 Tentang Angkutan di Perairan Pasal 70 ayat (1) menyatakan bahwa “kapal sesuai dengan jenis, ukuran dan daerah pelayarannya harus memiliki alat penolong”. Sebuah kapal yang akan dioperasikan harus memenuhi persyaratan-persyaratan, yang diantaranya memiliki alat penolong yang cukup, salah satunya adalah pelampung. Hal ini sesuai amanat dari Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 Tentang
Angkutan di Perairan, khusus mengenai alat penolong yang berupa pelampung, diatur kriteria atau persyaratan seperti yang diamanatkan oleh pasal 70 ayat (2) yang persyaratannya adalah:
1.      Dibuat dari bahan dan mutu yang memenuhi syarat,
2.      Mempunyai konstruksi dan daya apung yang baik, sesuai dengan kapasitas dan beban yang ditentukan,
3.      Diberi warna yang mencolok sehingga mudah dilihat,
4.      Telah lulus uji coba produksi dan uji coba pemakaian dalam pengoprasian dan diberi tanda legalitas,
5.      Dengan jelas dan tetap mencantumkan nama kapal dan/atau spesifikasi alat penolong, dan
6.      Ditempat pada tempat sesuai dengan ketentuan yang berlaku

Dirangkum Oleh Ayu Sartika Dewi (Mahasiswi Universitas Nasional)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar